Lahirnya Historiografi Islam Dan Perkembangannya

Oleh: Sang Misionaris

Pendahuluan
    Terkait tentang penulisan sejarah, dalam historiografi Islam masa awal tidaklah dipengaruhi oleh agama lain. Akan tetapi, ketika orang-orang kafir pada akhirnya banyak yang memeluk Islam, justru kondisi tersebut telah mengakibatkan historiografi masa Islam dipengaruhi oleh ajaran atau keyakinan yang berasal dari agama lain. Adanya keberhasilan Nabi Muhammad dalam menyebarkan agama Islam dan juga membangun peradaban, hal tersebut telah mempengaruhi lahirnya historiografi Islam masa klasik, di mana dalam aliran historiografi Islam klasik telah melahirkan tiga aliran yang cukup terkenal, seperti aliran Yaman, Madinah, dan Irak. Dengan adanya penulisan sejarah Islam, selain bisa mengetahui masa perkembangan penulisan sejarah Islam, hal yang terpenting adalah bahwa umat Islam bisa mengetahui berbagai informasi dari hasil karya historiografi Islam dari masa klasik hingga abad pertengahan, meskipun dari setiap pemaparan yang ada di dalamnya perlu mendapatkan penyaringan ataupun kritikan terhadap berbagai riwayat yang telah dikutip oleh para penulis sejarah, sebagaimana halnya riwayat yang telah disampaikan oleh Ka’ab al-Ahbar, misalnya. Lalu sejauh mana perkembangan historiografi dalam Islam dan karya apa saja yang telah dihasilkan, dalam artikel kali ini hal tersebut di bahas.
    Di kota Madinah, menurut Sayyid Hossein Nasr, Islam untuk pertama kalinya telah menjadi tatanan sosial-politik, suatu kota yang lambat laun, kelak, berkembang pesat menjadi salah satu peradaban besar dunia. Sementara itu, Nurcholish Madjid menyatakan, bahwa Nabi di Madinah telah membangun masyarakat berperadaban yang berdasarkan ajaran Islam, yaitu masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adanya keberhasilan beliau dalam membina masyarakat Islam di Madinah telah melahirkan peradaban yang tinggi, di mana keberhasilan tersebut telah menjadi model atau landasan bagi terbentuknya peradaban Islam di kemudian hari di berbagai negeri Islam, sebagaimana yang terjadi di bumi Andalusia, misalnya. Bahkan menurut seorang orientalis, Montgomery Watt, bahwa Nabi Muhammad mengajarkan dan menyebarkan agama Islam sebagai tatanan etik, moral, dan sosial bagi masyarakat yang dibangunnya. Masyarakat yang dibangun oleh Nabi Muhammad , yang pada masa pra-Islam didasarkan pada ikatan kesukuan dan pertalian darah, digantinya dengan ikatan yang didasarkan pada ikatan keagamaan, akidah ketuhanan, dan persaudaraan Islam yang bercorak demokratis dan egalitarian.     

1. Perkembangan Historiografi Pada Masa Islam
    Penulisan sejarah Islam pertama kali masih bersifat Arab murni, tidak ada peran Persia atau Yunani, dan penulis sejarahnya pada generasi pertama adalah orang-orang Arab. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya mendapat pengaruh dari Ahli Kitab dan Persia. Generasi pertama penulis sejarah dalam menulis telah mencantumkan isnad (rangkaian pemberi berita), di mana biografi ini cepat berkembang dan selaras dengan pandangan pada umumnya, al-Zuhri adalah orang pertama yang mengembangkan dan mengaitkan antara satu hadis dengan hadis lainnya. Namun menurut pandangan al-'Azami, bahwa apa yang dilakukan oleh al-Zuhri bukanlah dalam arti menulis, melainkan mengumpulkan tulisan-tulisan, di mana pandangannya tersebut selaras dengan as-Siba’i, al-Khatib, dan juga seorang orientalis yang bernama Guillaume, bahwa tadwin al-hadis secara individual tidaklah dimulai pada masa az-Zuhri.  
    Terkait tentang penulisan sejarah Arab Islam, menurut Husein Nashshar, bahwa penulisan tersebut tumbuh dari dua arus yang berbeda, yaitu:
a. Arus lama, yang terdiri atas cerita-cerita khayal dan folklore, yang dipengaruhi oleh corak sejarah Arab klasik yang disampaikan oleh para narator yang telah berpindah dari Arab Utara dalam bentuk al-ansab dan al-ayyam dan cerita-cerita tentang raja-raja Arab Selatan, serta riwayat penaklukan mereka. Biasanya, arus lama ini mengambil dalam bentuk syair. Kisah-kisah ini tidak didasarkan atas penanggalan (kronologis) kejadian, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya tidak ada hubungannya.
b. Arus baru, yaitu arus biografi, yang terdiri atas berita-berita autentik dan mendalam, cabang dari ilmu hadis, melalui kritik dan seleksi, terdiri dari kisah-kisah yang benar dan juga terkadang yang berasal dari khayalan. Sejarawan telah mengumpulkan, menyusun dan menghubung-hubungkan kisah yang ada antara satu dengan yang lainnya dengan menggunakan ayat-ayat yang terdapat di dalam Al-Qur'an.
    Menurut Husein Nashshar, ada tiga aliran dalam perkembangan penulisan sejarah di masa awal kebangkitan Islam, yaitu aliran Yaman, Madinah dan Irak. Akan tetapi, banyak dari pengamat historiografi Islam yang tidak memasukkan aliran Yaman sebagai aliran penulisan sejarah di masa awal Islam. Pada penulisan sejarah awal masa Islam, mereka hanya menyebutkan dua aliran saja, yaitu Madinah dan Irak. Mereka berpendapat, bahwa aliran Yaman telah bercampur antara informasi yang historis dengan dongeng atau legenda. Di samping itu, historiografi Yaman merupakan kelanjutan dari historiografi Arab pra-Islam, sehingga aliran Yaman pun tidak dimasukkan ke dalam aliran historiografi masa awal Islam. Dan para pengamat sepakat, bahwa ketiga aliran itu dalam perkembangannya akan melebur menjadi satu, meskipun dengan corak dan tema yang beragam.

2. Bentuk dan Isi Karya Sejarah Islam
    Historiografi Arab pra-Islam dimulai berdasarkan sejarah lisan, yang tertuang dalam bentuk al-ayyam dan al-ansab. Para kabilah Arab meriwayatkan al-ayyam yang terdiri dari peperangan dan kemenangan, yang bertujuan untuk membanggakan diri terhadap kabilah-kabilah yang lain, baik dalam bentuk syair maupun prosa yang selingi oleh syair. Sedangkan al-ansab merupakan kata jamak, yang berarti silsilah (genealogi). Menurut Danar Widiyanta, beberapa contoh karya sejarah masa itu adalah sebagai berikut:
i. Urwah ibn Zubair (670-711), yang merupakan salah seorang sarjana Muslim yang telah menulis buku peperangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad .
ii. Al-Zuhri (670-740). Ia telah menulis sebuah karya mengenai silsilah bangsanya. Selain itu, ia pun telah menulis pula buku untuk kepentingan pribadi masa kekuasaan khalifah.
iii. Musa ibn Uqbah (758/759), yang telah menulis berupa fragmen singkat, yang seluruhnya tidak mengandung sejarah.
iv. Ibnu Ishaq (704-767). Ia telah menulis karya sejarah besar yang masih terpelihara hingga sekarang dan mengalami perbaikan di kemudian hari, yaitu Biografi Nabi (Sirah). Karyanya tersebut bertalian dengan sejarah sebelum Islam, perikehidupan Nabi yang dipaparkan secara terperinci serta menulis sejarah para khalifah.
    Perhatian sejarah pada masa pra-Islam hanya terarah pada tradisi lisan, yang gaya penyampaiannya tersebut dilakukan secara berantai, di mana dalam bentuknya, menurut Danar Wiyanta, telah terbagi menjadi beberapa bentuk, seperti:
a. Khabar
    Bentuk historiografi yang paling tua yang langsung berhubungan dengan cerita perang dengan uraian yang baik dan sempurna yang ditulis hanya beberapa halaman saja, yang hal tersebut dinamakan dengan khabar. Dalam konteks karya sejarah yang lebih luas, khabar sering digunakan sebagai laporan, kejadian, atau cerita. Ada tiga hal yang menjadi ciri khas bentuk khabar, yaitu:
1. Tidak terdapat hubungan sebab akibat di antara dua atau lebih peristiwa.
2. Khabar sudah berakar jauh sebelum Islam. Maka bentuk khabar tetap menggunakan cerita pendek, selalu disajikan dalam bentuk dialog antara pelaku peristiwa, sehingga meringankan ahli sejarah melakukan analisis terhadap peristiwa.
3. Bentuk khabar lebih banyak berupa gambaran yang beraneka ragam. Sebagai cerita pertempuran yang terus-menerus, dan sebagai suatu ekspresi yang artistik, khabar juga memerlukan penyajian secara puisi.

Adapun beberapa karya yang menggunakan bentuk khabar, yaitu:
1. Ali ibn Muhammad al-Madaini (w. 831). Di antara sejumlah karyanya muncul secara monograf tentang pertempuran-pertempuran perorangan dan penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh umat Islam. Dari sekian banyak monografnya yang berhasil ditemukan adalah al-Murdifat min Quraisy.
2. Abu Mihnaf Luth ibn Yahya (w. 774).
3. Al-Haitsam ibn Adi (w. 821) dan Ibn Habib. Karyanya merupakan kumpulan monograf dalam bentuk khabar atau nasab.  
b. Kronik
    Yaitu sebuah penyusunan sejarah berdasarkan urutan penguasa dan tahun kejadian. Kronik ini bisa ditambah dengan hal-hal yang baru dalam bentuk suplemen yang lazim, yang disebut sebagai dyal atau ekor. Adapun contoh kronik yang dianggap tertua adalah:
1. Karya Khalifah ibn Khayyat yang ditulis sampai tahun 847, yang diperkirakan delapan tahun sebelum penulisnya meninggal dunia. Ia memulai uraiannya itu mengenai arti tarikh dan uraian singkat mengenai sejarah Nabi Muhammad pada permulaan hayatnya.
2. Ya’qub ibn Sufyan (w. 891). Kitab sejarah yang ditulisnya itu dilakukan pada pertengahan abad ke-9, yang ditulis menurut urutan tahun ditambah dengan beberapa kutipan.
3. Ibnu Abi Haithamah (w. 893), karyanya menunjukkan pasal-pasal dengan urutan tahun, walaupun terbatas bila dibandingkan dengan karya lainnya secara keseluruhan.  
4. Ibn Jarir al-Tabari (w. 923). Karya standarnya terdiri dari beberapa jilid mengenai historiografi kronik ialah Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Uraian-uraian tersebut meliputi tentang sejarah Nabi Muhammad di Mekkah, istri-istrinya Rasulullah , orang-orang yang murtad, biografi Abu Bakar, dan sebagainya. Adapun tulisan lainnya adalah: Adab al-Manasik, Adab al-Nufus, Ikhtilaf Ulama al-Amshar, Tahdzib Atsar, Jami al-Bayan al-Ta’wil Ayi Al-Qur’an, al-Jami fi al-Qira’at, Zail al-Zail al-Muzayyat.
c. Biografi
    Istilah yang lazim digunakan untuk hal itu adalah tabaqat. Karya tersebut disusun berdasarkan kelompok yang mencakup tentang sejarah hidup orang-orang besar, para tokoh terkemuka serta orang-orang penting yang telah meninggal dunia dalam waktu yang kira-kira sama. Di dalam masyarakat Islam, ada beberapa faktor yang mengakibatkan biografi begitu dominan, di antaranya:
1. Biografi Nabi Muhammad merupakan sumber utama bagi pembangunan masyarakat Islam.  
2. Meriwayatkan kehidupan Nabi Muhammad secara terperinci tergantung kepada para perawi secara individual, isinya dapat ditolak ataupun diterima tergantung pada data kehidupan perawi itu sendiri.
3. Perjuangan di dalam menegakkan Islam sebagian besar ditunjukkan oleh keunggulan para pribadi pemimpinnya, yang telah sangat berjasa di dalam perjuangan tersebut.
    Sejak abad ke-10, penulisan biografi menurut abjad merupakan cara yang diutamakan, seperti:
1. Al-Dzahabi dalam kitabnya Tarikh al-Islam wa Thabaqat Masyahir A’lam. Tabaqat tersebut sanggup menunjukkan tanggal lahir setiap tahun bagi nama-nama yang dicantumkan di dalam kitab tersebut.
2. Khatib al-Baghdadi yang menghasilkan kitab Tarikh Baghdad, tanggal kelahiran dan kematian seseorang disebutkan masing-masing di dalam permulaan penulisan biografi yang dilakukannya.
3. Yaqut, menghasilkan karya yang berjudul Irshad al-Arub ila Ma’rafat     al-Adib.
4. Abi Usaybiah. Ia menuliskan sejarah kedokteran yang disertai dengan biografi para ahli-ahli kedokteran. Tulisannya tersebut berjudul Ujun al-Anba’ fi Tabaqat al-Atibba.
5. Ibn Khalikan. Ia telah menghasilkan karya yang berjudul Wafayat al-    A’yan. Buku ini pada mulanya hanya berbentuk manuskrip, namun kemudian diterbitkan oleh Ferdinand Wustenfield pada tahun 1835-1840 dan merupakan suatu referensi dalam penulisan karyanya yang berjudul Geschichttschreiber der Araber, yang diterbitkan pada tahun 1882. Buku Ibn Khalikan pun diterjemahkan pula ke dalam bahasa Inggris oleh Mac Guckin de Slane sebanyak 4 jilid dengan judul Ibn Khallikans Biographical Dictionary, yang diterbitkan pada tahun 1843.
d. Sejarah Umum
    Pada abad ke-9, banyak sekali tulisan yang berkaitan dengan politik dan peristiwa-peristiwa khusus. Pada akhir abad ke-9, sejarah politik dikaitkan dengan sejarah pemikiran, dan mulai membicarakan berbagai gejala penting dari peradaban-peradaban yang pernah dikenal. Adapun karya-karyanya itu di antaranya adalah:
1. Karya sejarah dari al-Yaqubi, berjudul Tarikh al-Yaqubi yang disebarkan oleh Goutsma di Leiden pada tahun 1883 yang terdiri dari dua jilid. Jilid pertama mengenai sejarah purbakala sejak Nabi Adam sampai pada masa agama Islam, dan di sini dimasukkan juga sejarah Israel, Hindu, Yunani, Romawi, Persia, dan lain-lain. Sedangkan jilid keduanya berkaitan dengan sejarah Islam yang berakhir pada masa Khalifah al-Mutamid tahun 259 H.
2. Al-Mas’udi. Ia menulis tentang Muruj az-Zahab yang masih berpengaruh terhadap karya-karya selanjutnya. Al-Mas’udi pun memasukkan pula daftar raja-raja di Eropa.
3. Muhammad ibn Jarir al-Thabari, yang berjudul Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Al-Thabari menyajikan uraian sejarah secara panjang lebar mengenai agama, hukum, dan kejadian-kejadian politik lainnya. Kitab ini diterbitkan di Leiden atas usaha De Goeje tahun 1892 yang terdiri dari 23 jilid, lalu kemudian dicetak di Mesir pada tahun 1906 yang terdiri dari 13 jilid. Kitab ini telah menjadi sumber utama penulisan sejarah Islam hinga sekarang.
4. Muskawiyah. Ia menghasilkan karyanya yang berjudul Tajarib al-Umam, yang telah memasukkan sejarah Persia Kuno, dan hal-hal yang berhubungan dengan riwayat kerjaan Romawi dan Turki.
5. Rashid ad-Din Fadlallah, yang berasal dari Asia Tengah. Karyanya berjudul Jami’ at-Tawarikh, yang ditulis dalam bahasa Persia, yang merupakan hasil karya pertama mengenai sejarah Islam yang bersifat universal.

3. Aliran Historiografi Islam
    Dalam perkembangan selanjutnya, historiografi Islam diwarnai oleh aliran-aliran Yaman, Madinah, dan Irak. Aliran-aliran tersebut kemudian melebur mejadi satu, di mana peleburan tersebut dinamakan dengan “pertemuan tiga aliran”, yang ditempatkan setelah pasal-pasal yang berisi tentang pembahasan tiga aliran tersebut. Adapun penjelasan singkat terhadap aliran-aliran tersebut adalah sebagai berikut:
a. Aliran Yaman
    Aliran Yaman ini disebut juga dengan Arab Selatan. Riwayat-riwayat Yaman di masa silam kebanyakan dalam bentuk hikayat, sebagaimana al-ayyam di kalangan Arab Utara. Isinya adalah cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan. Aliran ini merupakan kelanjutan dari corak sejarah sebelum Islam. Penulisnya dapat dijuluki dengan sebutan tukang hikayat (narator) dan kitab-kitabnya dapat dikatakan riwayat sejarah (novel sejarah). Oleh karena itu, hikayat-hikayat tersebut dinilai oleh para sejarawan dianggap sebagai karya yang tidak memiliki nilai historis. Adapun para tokohnya, di antaranya:
i. Ka’ab al-Ahbar. Nama lengkapnya adalah Abu Ishaq Ka’ab al-Ahbar. Ia berasal dari suku Dzu Ru’ain Himyar, yang melewati masa mudanya di Yaman sebagai pemeluk agama Yahudi dan memeluk agama Islam pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn al-Khaththab, sebagian menyebutkan pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq. Kemudian ia pindah ke Syria dan tinggal di Hamash sampai meninggal dunia pada tahun 32 H, pada masa pemerintahan Utsman bin Affan.
ii. Wahab Ibn Munabbih. Ia lahir tahun 34 H. Ia banyak mempengaruhi penulisan sejarah Arab dengan memperkenalkan kandungan kitab Yahudi dan asal mula Talmud dalam sejarah Islam. Karena ia berdarah Persia, ia mentransmisikan cerita rakyat Yaman dalam penafsiran al-Qur’an dan penulis-penulis Maghazi. Ia adalah perintis penulisan al-Maghazi pada abad pertama Hijriah. Ia juga meriwayatkan sejarah bangsa Arab pra-Islam, bangsa-bangsa bukan Arab terutama yang bersumber dari kitab-kitab Yahudi dan Nasrani, menciptakan kerangka sejarah  para nabi mulai dari Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad , dan memasukkan unsur kisah ke dalam lapangan sejarah. Karyanya tersebut adalah al-Hadits al-Anbiya wa al-Ibad wa al-Hadits Bani Israil, al-Mubtada’, Qashash al-Anbiya, Mubtada al-Khalq, al-Mabda, dan kitab al-Muluk al-Mutawajjah min Himyar wa Akhbaruhun wa Ghayr Dzalik.  
iii. Abid ibn Syariyyah al-Jurhumi. Ia hidup di dua masa, yakni pada masa pra-Islam dan masa Islam. Ia pernah menulis dua buah buku, yaitu al-Amtsal dan al-Muluk wa Akhbar al-Madhi.
b. Aliran Madinah
    Aliran ini muncul di Madinah, yaitu aliran sejarah ilmiah yang mendalam, yang banyak memperhatikan al-Maghazi (perang-perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah ), dan biografi Nabi (al-Sirah al-Nabawiyah), dan berjalan di atas pola ilmu hadis, yaitu sangat memperhatikan sanad. Sejalan dengan riwayat perkembangannya, para sejarawan dalam aliran ini terdiri dari para ahli hadis dan hukum Islam (fiqh). Mereka adalah Abdullah ibn Abbas, Said bin al-Musayyab, Aban bin Utsman ibn Affan, Syurahbil ibn Sa’ad, Urwah ibn Zubair ibn Awwam, Ashim ibn Umar ibn Qatadah al-Zhafari, Muhammad ibn Muslim ibn Ubaidillah ibn Syihab al-Zuhri dan Musa ibn Uqbah.
c. Aliran Irak
    Aliran Irak merupakan aliran yang terakhir dengan bidang cakupan lebih luas dari dua aliran sebelumnya. Langkah pertama yang sangat menentukan perkembangan penulisan sejarah di Irak yang dilakukan oleh bangsa Arab adalah pembukuan tradisi lisan. Hal ini dilakukan pertama kali oleh Ubaidillah ibn Abi Rafi, sekretaris Ali bin Abi Thalib ketika menjalankan kekhalifahannya di Kufah. Di samping itu, Ubaidillah pun telah menulis buku yang berjudul Qadhaya Amir al-Mu’minin ‘Alayh al-Salam dan Tasmiyah man Syahad Ma’a Amir al-Mu’minin fi Hurub al-Jamal wa Shiffin wa al-Nahrawan min al-Shahab Radhia Allah Anhum. Oleh karena itu, ia dipandang sebagai sejarawan pertama dalam aliran Irak ini. Pada penulisan sejarah ini, ia diikuti oleh Ziyad ibn Abih yang menulis buku dengan judul Matsalib al-Arab.
    Para sejarawan dari aliran Irak ini jumlahnya cukup banyak, sedangkan yang terkenal adalah Abu Amr ibn Al-Ala, Hammad al-Rawiyah, Abu Mikhnaf, Awanah ibn al-Hakam, Syaif ibn Umar al-Asadi al-Tamimi, Nashr ibn Muzahim, al-Haitsam ibn Udi, al-Mad’ini, Abu Ubdaydah Ma’mar ibn al-Mutsni al-Taymi, al-Ashma’i, Abu al-Yaqzhan al-Nassabah, Muhammad ibn al-Sa’ib Kalibi, dan Haisyim ibn Muhammad al-Sa’ib al-Kalibi. Sedangkan orang-orang yang terpenting di antara mereka adalah Awanah ibn al-Hakam, Saif ibn Umar al-Asadi al-Tamimi dan Abu Mikhnaf.


Kesimpulan
    Tanpa adanya pengaruh dan keberhasilan yang telah dicapai oleh Nabi Muhammad , menurut penulis, tentunya tidaklah akan tercipta historiografi Islam di masa klasik yang pada akhirnya mempengaruhi penulisan sejarah pada masa abad pertengahan. Adanya penulisan sejarah yang dilakukan oleh umat Islam, hal tersebut didasari oleh adanya rasa cinta kaum Muslimin kepada beliau , meskipun penulisan sejarah yang ada pada akhirnya mengalami perkembangan yang tidak saja mengisahkan tentang apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad , melainkan mengisahkan pula tentang kisah-kisah yang terjadi pada masa pra-Islam dan juga hal-hal lain seperti yang berhubungan dengan masalah kodekteran. Jika kaum Muslimin yang hidup sebelum kita telah menghasilkan karya yang sangat begitu menakjubkan dan melelahkan, di mana hasilnya tersebut masih berpengaruh hingga saat ini, tentunya kita yang hidup di zaman modern saat ini untuk menyampaikan kisah-kisah Nabi Muhammad kepada keturunan kita dan juga kaum Muslimin lainnya, di samping menjadikan beliau sebagai suri tauladan bagi kita, agar jasa-jasa yang telah beliau lakukan tidak terlupakan dan hilang dalam ingatan.

Sumber:
Fajriudin. Historiografi Islam: Konsepsi dan Asas Epistemologi Ilmu Sejarah Dalam Islam. Jakarta: Prenada Media Group, 2018. Hal. 44-45 dan 69-78.
Farida, Umma. Kontribusi Pemikiran Muhammad Mustafa Al-A’Zami Dalam Studi Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018. Hal. 81 dan 83.
Ismail, Faisal. Studi Islam Kontemporer: Pendekatan dan Kajian Interdisipliner. Yogyakarta: Ircisod, 2018. Hal. 304-305.

Comments