Asal-Usul Nama Yahudi

Oleh: Sang Misionaris.

    Asal-usul nama Yahudi menurut Al-Quran, tidak saja bergantung pada satu term, di mana penggunaan istilah Yahudi dalam Al-Qur'an memiliki banyak keragaman, dan penggunaan istilah bagi Yahudi telah digambarkan oleh Allah sebagai kaum yang memiliki perangai yang buruk. Meski dalam Al-Qur’an memiliki perbedaan dalam penggunaan istilah bagi Yahudi, tetapi semuanya saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Lalu, istilah-istilah apa saja yang digunakan dalam Al-Qur’an dalam mengidentifikasikan orang Yahudi, dan seperti apa asal-usul nama Yahudi menurut Alkitab?   

1. Bani Israil
    Kata banu (bani) berasal dari akar kata ba’, nun, dan waw, yang secara literal mengandung pengertian sesuatu yang lahir dari yang lain. Dalam Al-Qur’an, kata yang berasal dari akar kata tersebut ditemukan sebanyak 161 kali. Tetapi, kata “bani” sendiri disebutkan sebanyak 49 kali, di mana 41 kali di antaranya dikaitkan dengan Israil, dan selebihnya sebanyak 6 kali dikaitkan dengan keturunan Adam. Sedangkan, dua kali di antaranya (Qs. An-Nur:31) berbicara tentang putra saudara laki-laki dan perempuan. Dari ayat-ayat tersebut, ternyata term bani, semuanya mengisyaratkan adanya hubungan darah, sedangkan untuk kata Israil ditemukan sebanyak 43 kali dalam Al-Qur’an, yang dua kali menunjuk kepada Nabi Yaqub, selebihnya dikaitkan dengan keturunannya. Adapun kata Israil merupakan bahasa Ibrani yang terdiri dari dua kata, yaitu isra’ yang berarti hamba atau kekasih, dan il yang berarti Tuhan. Jadi, kata Israil bisa diartikan sebagai hamba Allah atau kekasih Allah, dan para ulama sepakat bahwa term Israil dalam Al-Qur’an menunjukkan kepada Nabi Ya’qub.1
    Sedangkan penggunaan nama Israel dalam Alkitab, untuk pertama kalinya digunakan dalam Kejadian 32:28. Di mana dalam ayat tersebut, nama Israel diperoleh Yakub (Yaqub) disebabkan karena adanya kemenangan yang ia peroleh ketika berhasil mengalahkan seseorang dalam suatu perkelahian, dan dalam Alkitab terjemahan LAI (Lembaga Alkitab Indonesia), nama tersebut ditulis dengan nama Allah. Namun, siapakah sebenarnya ha’isy (orang laki-laki itu) yang menjadi lawannya Yakub itu? Dalam hal ini, Marthinus Theodorus Mawene memberikan beberapa penafsiran terkait yang menjadi lawannya Yakub, di mana dalam perkelahian tersebut, lawannya Yakub mengalami kekalahan. Pertama, yang menjadi lawannya Yakub ditafsirkan sebagai hantu malam yang jahat yang telah menguasai tempat tersebut atau roh yang menunggui tempat itu. Kedua, bahwa lawannya Yakub itu adalah Esau. Bagi yang mendukung penafsiran kedua ini, biasanya akan berargumen bahwa ketika Yakub melihat wajah Esau, maka pada saat itu pula Yakub telah melihat wajahnya Allah dalam wajahnya Esau. Dari adanya pemahaman itulah, Kristen telah menjadikan hal tersebut sebagai dalil inkarnasi, di mana orang yang melihat wajah Allah tidak hanya dalam wajah Yesus, melainkan dapat dilihat pula dari semua orang yang mewujudkan Kristus yang bangkit.2 Ketiga, mungkin saja lawannya itu adalah Allah sendiri atau mungkin juga salah satu Malaikat yang diutus oleh Allah.3 Selain itu, untuk kedua kalinya Yakub dinyatakan namanya sebagai Israel setelah Yakub diberkati oleh Yhwh di Betel ketika ia kembali dari Mesopotamia, di mana namanya tersebut bukan lagi Yakub, melainkan Israel (Kejadian 35:9-10). Namun kemudian, nama Israel dalam Alkitab pada akhirnya digunakan oleh anak cucunya Yakub.   
    Menurut Muhammad Rasyid Ridha, di samping term Israil menunjukan kepada Nabi Yaqub, term itu pun menunjuk pula kepada bangsa Israil. Namun, karena term Bani Israil itu sendiri mempunyai kaitan yang sangat erat dengan agama atau ideologi, terutama Yahudi, maka menurut Shabir Thu’miyah, bahwa ideologi dan agama tercakup pula dalam konsep Bani Israil tersebut. Meski, Bani Israil diungkapkan dalam Al-Qur’an sebanyak 41 kali, yang secara umum menunjukkan bahwa Bani Israil merupakan bangsa yang dikasihi Tuhan. Akan tetapi, di sisi lain, menunjukkan pula bahwa bangsa Israil merupakan bangsa yang paling nakal, sukar diatur, bersikap eksklusif dan suka membuat kerusakan.4 Bahkan, hukum-hukum Allah yang terdapat di dalam Taurat pun mereka ubah sekehendak hatinya, sebagaimana yang telah ditafsirkan oleh Ibnu Abbas ketika ia menafsirkan Surat An-Nisa ayat 46.5
    Namun, kebanyakan para ahli sepakat bahwa penamaan Bani Israil disebut juga dengan kaum Ibrani. Adanya nama tersebut dinisbahkan karena adanya peristiwa penyeberangan Nabi Ibrahim melintasi sungai Eufrat. Majalah al-Arabi Kuwait memuat sebuah artikel yang ditulis oleh seorang Pendeta yang bernama Ishak Salka, dengan judul M’na at-Tasmiyat li asy-Syu’ub as-Samiyah ats-Tsalatsah al-Kubra (Arti Nama-nama Tiga Bangsa Semit Besar). Dalam tulisannya itu ia mengatakan, “Nama tersebut (Ibrani) tidak muncul kecuali setelah Ibrahim menyeberangi sungai Eufrat.”6

2. Al-Yahud
    Menurut Mahir Ahmad Agha, istilah Yahudi lebih luas maknanya daripada istilah Ibrani dan Bani Israel. Kerena menurutnya, selain disematkan kepada kaum Ibrani, istilah Yahudi pun disematkan pula kepada orang-orang non-Ibrani yang memeluk agama Yahudi. Lebih jauh ia berpendapat, bahwa beberapa pemerhati bahasa-bahasa Timur Dekat menemukan beberapa kesaamaan yang jelas antara mereka dan bangsa-bangsa Semit lainnya, seperti Babilon, Asyria, Kanaan, Aram, Habasyah, Nabath, Arab, dan lain sebagainya. Ia menambahkan, bahwa mereka berasal dari Nabi Ibrahim yang memiliki kedudukkan istimewa bagi tiga agama besar dunia, yaitu Yahudi, Nashrani dan Islam.7
    Dalam Al-Qur’an, kata “Yahudi” disebut sembilan kali dengan al-ma’rifah dan tanpa al dalam empat surat, yaitu Qs. 2:113 (disebutkan sebanyak dua kali) dan 120; 5:18, 51, dan 82; 9:30; dan 3:67. Dalam ayat-ayat tersebut, mengandung ungkapan yang bernada sumbang dan penuh kecaman kepada mereka, karena dalam ayat-ayat tersebut berisi beberapa hal, yaitu: Pertama, sikap dan perilaku antara Yahudi dan Nashrani, yaitu dalam Qs. 2:113. Kedua, sikap dan Perilaku Yahudi dan Nashrani terhadap Nabi Muhammad dan umatnya, yaitu dalam Qs. 2:120. Ketiga, sikap dan perilaku Yahudi terhadap orang-orang yang beriman, yaitu dalam Qs. 5:82. Keempat, pandangan keagamaan Yahudi dan Nashrani, yaitu dalam Qs. 5:18 dan 9:30. Kelima, sikap orang-orang beriman kepada orang Yahudi dan Nashrani, yakni dalam Qs. 5:51. Keenam, pandangan keagamaan oran-orang Yahudi, yaitu dalam Qs. 5:64. Ketujuh, penjelasan Al-Qur’an tentang adanya ketidakabsahan klaim Yahudi dan Nashrani terhadap Nabi Ibrahim. 8  

3. Alladzina Hadu
    Di samping dua istilah sebelumnya, istilah alladzina huda pun menunjukkan pula kepada orang Yahudi, di mana dalam Al-Qur’an, istilah tersebut telah digunakan sebanyak 10 kali yang tersebar dalam 7 surat, yaitu Qs. 2:62; 3:46 dan 160; 5:41, 44, dan 69; 6:146; 16:118; 22:17; dan 62:6.9 Term alladzina hadu, yang berarti orang-orang yang masuk ke dalam agama Yahudi. Kata hadu adalah fi’il madhi yang berakar kata dari ha, waw, da yang secara literal mengandung pengertian kembali secara perlahan-lahan, bersuara lembut, dan berjalan dengan merangkak-rangkak. Mengenai asal kata hadu, hudan, yahud, terdapat beberapa versi, di antaranya:
a. Berasal dari kata hada, yang berarti bertaubat atau kembali ke jalan yang benar. Hal ini didasarkan pada Firman Allah: “Dan, tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia dan di akherat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau…” (Qs. 7:156). Dikatakan demikian, karena mereka bertaubat dari kesalahannya dalam menyembah anak unta, dan kembali kepada kebenaran.
b. Berasal dari perkataan Yahuda, yang dibangsakan kepada Yehuda, putra Nabi Ya’qub. Dan pendapat ini diyakini pula oleh Michael Keene, di mana ia meyakini bahwa Yahuda berasal dari suku yang terkuat, yaitu Yehuda.10
c. Disebut sebagai Yahudi karena mereka telah menyimpang dari aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, baik aturan yang dibawa oleh Nabi Musa maupun yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Nama ini bersifat peyorasi, sebab ia menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menolak ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad, yang seharusnya mereka ikuti sesuai dengan tuntunan kitab mereka, tetapi juga memberkan isyarat bahwa mereka telah menyimpang dari petunjuk kitab sucinya.
d. Disebut Yahudi karena mereka bersikap lemah lembut dan gemetar saat mereka membaca Taurat. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa bumi dan langit pun gemetar ketika Allah memberikan Taurat kepada Nabi Musa.11

4. Hudan
    Kata hudan, mempunyai akar kata yang sama dengan hadu, yang merupakan bentuk jamak dari isim fail, yaitu haid, yang secara literal berarti orang yang bertaubat. Kata hud dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 10 kali, di mana tujuh kali di antaranya menunjuk kepada nama salah seorang Nabi, yaitu Nabi Hud. Sedangkan tiga ayat lainnya menunjuk kepada orang-orang Yahudi (Qs. 2:111, 135, dan 140). Adanya penggunaan kata hudan bagi orang-orang Yahudi, semuanya bernada sumbang. Misalnya, klaim tentang ahl al-kitab Yahudi dan Nashrani yang masing-masing menyatakan diri sebagai kelompok yang benar, dan bahwa hanya kelompok mereka sajalah yang pasti selamat dan masuk surga, sedangkan kelompok lainnya, akan mendapatkan celaka (Qs. 2:111).12

    Berbagai istilah yang dinisbahkan kepada Yahudi dalam Al-Qur’an, selalu saja menunjukan tentang adanya perilaku buruk Yahudi, sedangkan dalam Alkitab penggunaan istilah yang menunjukkan kepada orang Yahudi, diambil dari nama tokoh dalam Perjanjian Lama, seperti penggunaan nama Israel yang berasal dari nama Yakub dan istilah Yahudi berasal dari nama Yehuda. Meskipun demikian, berbagai perilaku buruk yang dilakukan oleh orang Yahudi menurut Perjanjian Lama bisa kita temukan, misalnya, bangsa Israel selalu ingkar janji dan melakukan pembunuhan kepada para nabi (1 Raja-raja 19:9-10), Israel adalah bangsa yang suka memberontak dan tidak taat kepada Tuhannya (Nehemia 9:26), dan lain-lain. Dan, ketika ada kaum Muslimin yang melakukan pengutukan kepada bangsa Israel, tentunya kita tidak bisa mengatakan bahwa mereka sedang melakukan pengutukan kepada Nabi Yaqub, dengan alasan bahwa nama Israel pun digunakan pula oleh Nabi Yaqub. Oleh karena itu, kita pun harus melihat pula konteks dan maksud dari kaum Muslimin ketika mereka melakukan pengutukan kepada bangsa Israel, tanpa harus menggeneralisasikan term Israel.

Catatan Kaki:
1. Muhammad Galib M, Ahl Al-Kitab, (Yogyakarta: Ircisod, 2016), hal. 83-84.
2. Wes Howard Brook, Keluarlah Wahai Umat-Ku: Panggilan Allah Dalam Alkitab Agar Keluar Dari Imperium, terj. Yosef Maria Florisan, (Maumere: Ledalero, 2014), hal. 139.
3. Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian Lama Dan Teologi Kontekstual, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hal. 163.
4. Muhammad Galib M, op.cit., hal. 84-86.
5. Ali bin Abi Thalhah, Tafsir Ibnu Abbas, terj. Muhyidin Mas Ridha dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hal. 201.
6. Mahir Ahmad Agha, Yahudi: Catatan Hitam Sejarah, (Jakarta: Qithi Press, 2005), hal. 10-11.
7. Ibid., hal. 12.
8. Waryono Abdul Ghafur, Persaudaraan Agama-Agama: Millah Ibrahim dalam Tafsir Al-Mizan, (Bandung: Mizan Pustaka, 2016), hal. 141-142.
9. Ibid., hal. 155.
10. Michael Keene, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hal. 40.
11. Muhammad Galib M, op.cit., hal. 90-93.
12. Ibid., hal. 95.     

Comments