Sakramen Perjamuan Kudus: Sebuah Warisan Dari Agama Pagan

Oleh: Sang Misionaris.   



Pendahuluan
Kristen memiliki perbedaan pendapat tentang pembahasan sakramen Perjamuan Kudus, baik perbedaan antara Protestan dengan Perjamuan Kudus menurut Katolik, di mana dalam Katolik sakramen ini disebut dengan ekaristi, maupun dengan sesama Protestan sendiri. Dalam internal Protestan, Perjamuan Kudus menurut Luther berbeda dengan Perjamuan Kudus menurut Johanes Calvin, begitu pula keduanya memiliki perbedaan pandangan dengan Perjamuan Kudus menurut Zwingli. Selain menggunakan ayat-ayat Perjamuan Kudus dalam membenarkan anggapannya, orang-orang yang bertikai tentang Perjamuan Kudus telah menggunakan pula rasio mereka masing-masing dalam mencari pembenarannya. Dan di masa Reformasi, persoalan tentang Perjamuan Kudus telah menyisakan perbedaan yang semakin tajam dan juga melebar. Namun demikian, jika ditinjau dari pendekatan agama-agama ternyata Kristen bukanlah satu-satunya agama yang memiliki sakramen Perjamuan Kudus, karena jauh sebelum Kristen melakukan perayaan ini, kaum paganisme telah lama memiliki keyakinan tersebut dengan pemahamannya masing-masing.

Awal Mula Lahirnya Pertikaian Tentang Perjamuan Kudus 
Sebagaimana halnya tentang baptisan, para Bapa Gereja telah menggunakan gambaran dari Perjanjian Baru dalam memberikan penjelasan tentang ekaristi, di mana karakter perjamuan hanyalah sebuah prosesi dalam memakan roti dan meminum anggur. Namun menurut Didakhe, hal itu bukanlah roti dan anggur biasa, melainkan makanan yang kudus. Ignatius dari Antiokhia, di dalam karyanya, Epistle to the Smyrneans, mengemukakan bahwa “Ekaristi adalah daging dari juru selamat kita Yesus Kristus, yang menderita untuk dosa-dosa kita dan yang dalam kebaikan Bapa dibangkitkan.”1 Dan sekitar empat puluh tahun kemudian, Yustinus Martir, di dalam karyanya, Apologia prima pro Christianis, menyatakan sebagai berikut: “Kami menyebutkan santapan ini ekaristi…karena kami menerimanya bukan sebagai roti maupun minuman biasa; tetapi karena Yesus Kristus penyelamat kita menjelma menjadi manusia oleh Sabda Allah dan memiliki daging dan darah demi keselamatan kita, demikian pula santapan yang telah diubah menjadi ekaristi oleh doa ekaristi yang diberi-Nya adalah daging dan darah Yesus yang sudah menjelma itu.” Dan begitu pula halnya dengan Ireneus dari Lyon yang telah berpendapat hal yang sama dan mengatakan bahwa Kristus “telah menyatakan bahwa piala (anggur), yang merupakan ciptaan, adalah darah-nya sendiri, yang darinya ia membuat darah kita mengalir; dan roti, yang merupakan ciptaan, ditetapkannya sebagai tubuhnya sendiri, yang darinya ia menumbuhkan tubuh-tubuh kita.”2 
Awalnya, Perjamuan Kudus telah dipandang sebagai suatu kurban yang dipahami secara kiasan, namun berangsur-angsur malah dipahami secara harfiah, dan pemikiran gereja mula-mula mengenai sakramen altar atau mezbah akhirnya mencapai tahap tertentu dalam pemikirannya Amborius, di mana dalam tulisannya telah berisikan pernyataan-pernyataan mengenai transmutasi (perubahan) dari elemen-elemen roti dan anggur yang mengikuti ucapan-ucapan tertentu dari teologi Yunani. Ia menulis, “Tetapi jikalau berkat dari seseorang (yaitu Elisa, 2 Raja-raja 6:5-7) mempunyai kuasa dan kekuatan yang sedemikian untuk merubah hakikat, maka apakah yang kita katakan mengenai konsekrasi ilahi, di mana kata-kata Tuhan dan juru selamat bekerja? Oleh karena sakramen yang saudara terima itu dibuat demikian oleh Firman Kristus.”3 Meskipun ajaran sakramen dari Abad Pertengahan telah mendapatkan pengaruh dari pemikirannya Ambrosius, namun ia sendiri tidaklah mengenal istilah transubstansiasi atau perubahan zat yang telah dirumuskan di kemudian hari oleh Konsili Lateran ke-4 di tahun 1215 M.4   
Sama halnya dengan permasalahan doktrin Kristen lainnya, pembahasan tentang sakramen Perjamuan Kudus telah melahirkan pertikaian, sebagaimana yang terjadi antara Ambrosius dan Augustinus, yang telah meyakini bahwa roti hanyalah tanda dari tubuh Kristus dan terkadang ia pun menekankan pula bahwa roti dan anggur adalah suatu figura (citra) dari tubuh dan darah Yesus.5 Dari adanya perbedaan pemahaman itulah, akhirnya mempengaruhi pula liturgi (tata cara ibadah) Kekristenan, misalnya, liturgi yang lebih tua, yang berasal dari Gallia dan Spanyol telah dipengaruhi oleh Ambrosius, yang dalam pandangan mereka telah ditemukannya ide transmutasi sebagai akibat dari perbuatan konsekrasi yang telah dilakukan oleh imam. Sedangkan di pihak lain, liturgi Romawi telah dipengaruhi oleh Augustinus yang telah menggunakan kata-kata mengkonsekrasikan atau mendedikasikan atau memberkati yang terlihat bersifat simbolik daripada kata-kata realistis dari Ambrosius.6  
Pada abad ke-9 M, kembali terjadi pertikaian di antara dua biarawan, yaitu Redbertus dan Ratramnus, yang masing-masing pihak telah mewakili pemikiran Perjamuan Kudus yang sebelumnya telah dipelopori oleh Ambrosius dan juga Augustinus.7 Karena adanya sikap politis yang dilakukan oleh Paschasius Radbertus, ia pun akhirnya melakukan perevisian terhadap risalahnya yang terdahulu, The Lord’s Body and Blood, untuk diberikannya kepada kaisar, Charles Botak. Namun karena Charles merasa kebingungan dengan doktrin yang telah disampaikannya, maka Charles pun meminta pendapat kepada Ratramnus tentang karyanya Radbertus tersebut dan Ratramnus pun akhirnya memberikan jawaban dalam sebuah tulisan yang berjudul Christ’s Body and Blood. Menurut Radbertus, bahwa tubuh Kristus dalam ekaristi itu secara nyata tidak lain adalah tubuh yang telah dilahirkan oleh Maria, yang menderita di atas kayu salib, dan yang bangkit dari kubur. Ia pun menambahkan, bahwa warna dan rasa dari roti serta anggur itu tidaklah berubah, dan setelah dikonsekrasi, yang tetap tinggal tidak lain adalah tubuh dan darahnya Yesus. Dari adanya pemikiran Radbertus itulah, Ratramnus pun akhirnya merasa terusik dan memberikan sanggahannya. Karena perdebatan antara Radbertus dan Ratramnus tidak ada penyelesaian yang jelas, maka di abad ke-11 kembali terjadi pertikaian yang semakin sengit antara Berengarius dari Tours dengan Lanfranc, di mana pertikaian tersebut baru berakhir setelah 30 tahun lamanya.8
Meski Berengarius telah melakukan penolakan bahwa roti dan anggur bisa berubah menjadi fisiknya Yesus, namun perlawanannya tersebut tidaklah membuahkan hasil sama sekali. Bahkan, ia pun secara terpaksa harus menandatangani dua pernyataan untuk mencabut pandangan sebelumnya pada tahun 1059 dan 1097. Ia dipaksa harus mengakui dan membenarkan bahwa: “Sesudah berkat diucapkan, roti dan anggur yang ditempatkan di altar bukan sekedar sakramen, melainkan benar-benar menjadi daging dan darah Yesus Kristus. Tubuh dan darahnya yang dipegang dan dipecah-pecahkan oleh para imam dan diremukkan oleh geraham jemaat, bukan saja sebagai sakramen, tetapi secara jasmani dan sungguh-sungguh.” Pernyataannya tersebut, akhirnya mendapatkan penolakan dari para teolog di Abad Pertengahan, dikarenakan pengakuan Berengarius telah dianggap memberikan gambaran yang kasar terhadap Yesus Kristus. Dan di tahun 1079 M, Berengarius dengan terpaksa menegaskan bahwa roti dan anggur telah berubah secara hakiki menjadi tubuh dan darahnya Kristus. Dari adanya penegasan Berengarius itulah, istilah transubstansiasi atau perubahan hakikat, untuk pertama kalinya digunakan di pertengahan abad ke-12 M, di mana istilah itu akhirnya dikembangkan oleh Thomas dari Aquino.9  
Perbedaan Pemahaman Antara Katolik Dan Kristen Protestan
  Di dalam Perjanjian Baru, Yesus diklaim bahwa ia telah menetapkan Perjamuan Kudus dan berkata: “Ambillah, makanlah, inilah tubuhku” (Mat. 26:26) dan “Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darahku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Mat. 26:27-28). Ayat Perjamuan Kudus tersebut, menurut Katolik, kata-kata “Inilah tubuhku” dan Inilah darahku” memiliki pemahaman secara literal, di mana dalam misa, yaitu ketika imam mengorbankan roti dan anggur di atas mezbah, pada waktu imam mengucapkan “kata-kata penahbisan” terhadap roti dan anggur, maka seketika itu pula zat roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darahnya Yesus. Frans Magnis Suseno telah menjelaskan secara lugas tentang makna ekaristi dalam pandangan Katolik, dan sekaligus membuktikan bahwa apa yang dimakan dan diminum oleh orang-orang Katolik di acara ekaristi memang benar-benar tubuh dan darahnya Yesus, menurutnya, “Dengan memakan dan minum roti dan anggur yang sudah menjadi Yesus sendiri, umat menyatukan diri dengan Yesus dalam kematian dan kebangkitannya dan ikut menyerahkan diri kepada Bapa di surga.”10 
Jika dalam ekaristi pihak Katolik meyakini bahwa roti dan anggur bisa berubah menjadi tubuh dan darahnya Yesus, namun lain hal jika menurut Prostestan. Luhter, misalnya, ia menolak tentang adanya transsubstansiasi yang telah diyakini oleh Katolik. Akan tetapi, Luhter meyakini bahwa Yesus benar-benar hadir secara badani (nyata) di dalam Perjamuan Kudus, menurutnya, ia hadir di dalam, bersama-sama dan di bawah tanda-tanda roti dan anggur (konsubstansiasi). Luther berkeyakinan demikian, karena ia tidak saja meyakini bahwa Yesus berada di surga, melainkan hadir pula di mana-mana, sehingga ia pun berada di dalam roti dan anggur dari Perjamuan Kudus.11 Bahkan di dalam katekismusnya, ia menjelaskan dan sekaligus menegaskan tentang Perjamuan Kudus, yaitu: “Saya tegaskan, firman itulah yang membuatnya menjadi sakramen dan memisahkannya sehingga sakramen ini bukanlah roti dan anggur biasa, melainkan tubuh dan darah Kristus dalam kenyataan maupun sebutan.”12 
Sedangkan Perjamuan Kudus menurut Johanes Calvin, meski ia dan Luhter menolak adanya transsubstansi dari Gereja Katolik Roma, namun ia sendiri memiliki perbedaan, baik dengan Katolik maupun dengan Luther. Menurut Calvin, kehadiran Yesus di dalam Perjamuan Kudus hanyalah bersifat rohani yang bisa dipahami dengan iman.13 Jadi menurut pandangan Calvin, ketika Kristen sedang memakan roti dan meminum anggur, orang-orang Kristen tidaklah benar-benar secara nyata sedang memakan tubuh dan meminum darahnya Yesus, sebagaimana halnya keyakinan Katolik, melainkan apa yang dimakan dan diminumnya itu hanyalah bersifat rohani. Dan Perjamuan Kudus, baginya, lebih dari sekadar upacara peringatan.14 Dan makna Perjamuan Kudus menurut Calvin, ialah janji-janji ilahi yang tercakup atau terlampir di dalam tanda itu sendiri; orang-orang percaya diyakinkan kembali, khususnya melalui kata-kata yang terkenal itu, bahwa Tubuh dan darahnya Yesus Kristus telah dipecah-pecahkan dan dicurahkan bagi mereka. Sakramen itu, menurutnya, menegaskan janji yang di dalamnya Yesus Kristus telah menyatakan bahwa dagingnya benar-benar makanan dan darahnya benar-benar minuman, dan bahwa mereka memberikan kita makanan untuk kehidupan yang kekal.15 Pemikiran Calvin tersebut, sebenarnya telah mengikuti pemikirannya Augustinus yang telah membedakan antara tanda dengan apa yang ditandakannya, dalam arti, apa yang dimakan dan diminum oleh mulut orang Kristen tidak lain adalah roti dan anggur; tetapi di sisi lain, meyakini adanya persekutuan secara rohani dengan tubuh dan darahnya Yesus.16  
Berbeda dengan pemahaman Perjamuan Kudus sebelumnya, Zwingli memiliki pendapat lain yang permikirannya itu telah dipengaruhi oleh orang Belanda, Cornelius Hoen, yang sejak saat itu ia pun menolak tentang kehadiran nyata Yesus dan menegaskan bahwa roti dan anggur hanyalah sekedar lambang dari tubuh dan darahnya Yesus saja. Menurutnya, melalui Roh Kudus, Kristus hadir pada Perjamuan Kudus, namun tubuh dan darah serta kemanusiaannya Yesus berada di surga, di sebelah kanan Allah Bapa. Dalam pengakuan Iman yang ditulisnya pada tahun 1530, ia menguraikan ajarannya tentang Perjamuan Kudus sebagai berikut: “Aku percaya bahwa dalam ekaristi yang kudus (yaitu perjamuan pengucapan syukur) tubuh Kristus yang sesungguhnya hadir oleh perenungan iman. Dengan kata lain, mereka yang berterima kasih kepada Tuhan karena kebaikannya kepada kita melalui anaknya mengakui bahwa ia benar-benar menjadi daging, dan dalam daging itu benar-benar menderita dan mencuci dosa kita dengan darahnya sendiri. Dengan demikian, seluruh perbuatan menjadi nyata bagi mereka oleh perenungan iman. Namun, pendapat bahwa tubuh Kristus, yaitu tubuh alamiahnya dalam hakikat dan realitas, hadir pada perjamuan atau dimakan dengan mulut dan gigi kita, sebagaimana ditandaskan oleh pengikut paus serta beberapa orang yang mendambakan kuali berisi daging di Negeri Mesir (para Lutheran), bukan saja kami tolak, tetapi kami tegaskan bahwa itu kesalahan yang bertentangan dengan Firman Allah…Tubuh alamiah Kristus tidak dimakan dengan mulut kita seperti ditunjukkan oleh Dia sendiri kepada orang Yahudi yang memperdebatkan makan dari dagingnya  yang sesungguhnya. “Daging sama sekali tidak berguna” (Yoh. 6:63)…kata-kata ‘Inilah tubuhku’ harus diberi arti bukan harfiah tetapi kiasan, sama saja seperti kata-kata: ‘Itulah Paskah’ (Kel. 12:11).”17     
Itulah berbagai perbedaan pendapat di internal Kristen tentang Perjamuan Kudus, selain adanya perbedaan pemahaman tentang roti dan anggur, di internal Kristen pun memiliki perbedaan pendapat tentang kehadiran Yesus di dalam Perjamuan Kudus, dan empat perbedaan di atas (Katolik, Luther, Calvin dan Zwingli), hingga kini tidak bisa dipersatukan dalam satu pemahaman dan sepemikiran. Namun, jika kita meninjau tentang sejarah agama-agama, ternyata ritual yang dilakukan oleh Kristen, yakni Perjamuan Kudus, yang di dalamnya ada ritual meminum anggur, merupakan sebuah peringatan yang tidak saja dilakukan oleh Kristen, melainkan telah sejak lama dilakukan oleh kaum paganisme. Maka dalam hal ini tidaklah mengherankan, jika sejak awal lahirnya Kekristenan, berbagai doktrin Kristen telah dipengaruhi oleh ajaran pagan. Terlebih, orang-orang Kristen sendiri hidup di tengah-tengah masyarakat pagan, di mana proses akulturasi pasti terjadi dan agama pagan yang mendominasi masyarakat kala itu tentunya akan mempengaruhi pula berbagai doktrin dari Kristen.    
  
Ritual Perjamuan Kudus Dalam Agama Pagan 
Kristen mengklaim bahwa akar Kekristenan berasal dari tradisi dan keyakinan Yahudi, tetapi jika kita mencermati secara seksama tentang keyakinan Katolik terhadap roti dan anggur dalam ritual ekaristi, ternyata bertentangan dengan nas yang terdapat pada kitab Imamat 7:27, yang secara eksplisit, melarang siapapun untuk memakan darah. Dan bisa jadi, adanya keyakinan Protestan yang meyakini bahwa anggur yang diminum oleh orang-orang Kristen dalam Perjamuan Kudus dianggap sebagai simbol darahnya Yesus, merupakan sebuah upaya mereka agar keyakinan Kristen tidak dianggap bertentangan dengan ayat tersebut, dan sekaligus menghindari adanya tudingan dari non-Kristen bahwa sakramen Perjamuan Kudus berasal dari ajaran pagan.
Keyakinan Kristen tentang ekaristis sangat bertentangan dengan akal sehat manusia. Jika apa yang dimakan dan diminum oleh orang-orang Katolik pada ritual ekaristi itu adalah tubuh dan darahnya Yesus, yang menurut mereka Yesus adalah Tuhan, tentunya bisa dikatakan bahwa ritual ekaristi adalah sebuah ritual memakan tubuhnya Tuhan, di mana dengan giginya manusia yang memakannya telah mampu Tuhan dan memasukkan Tuhan ke dalam perutnya, yang akhirnya berubah menjadi kotoran manusia. Jika hosti dalam ritual ekaristi adalah benar-benar tubuhnya Tuhan, maka mau tidak mau, orang-orang Katolik harus mengakui bahwa roti yang dipatahkan, lalu di hancurkan dan dikunyah dengan gigi dan akhirnya dimakannya oleh orang-orang Katolik itu adalah Tuhan. 
Tidak hanya ajaran Katolik yang bertentangan dengan akal, keyakinan Luther pun bertentangan pula dengan akal, di mana menurut keyakinannya, bahwa Tuhan bisa hadir secara badani di acara Perjamuan Kudus, namun di satu sisi, dalam waktu bersamaan ia pun berada di surga. Ketidaklogisan ajaran Luhter semakin jelas terlihat ketika ia menjadikan Tuhan harus terkungkung oleh ruang dan waktu, di samping mengisyaratkan tentang adanya keberbilangan Tuhan. Keberbilangan Tuhan semakin nampak jelas terlihat ketika gereja yang beraliran Lutheran melakukan Perjamuan Kudus dengan waktu yang bersamaan tetapi dengan tempat yang berbeda-beda, di samping adanya keyakinan Luhter bahwa saat itu Tuhan berada di surga. Jika di Indonesia saja, misalnya, ada 30 gereja yang beraliran Lutheran lalu mereka sama-sama mengadakan Perjamuan Kudus, maka seturut dengan keyakinan Luther bahwa Tuhan hadir secara fisik di acara ritual itu, selain ada pada roti dan anggur. Maka bisa dikatakan, bahwa di Indonesia ada 30 Tuhan yang dengan waktu bersamaan telah menghadiri ritual tersebut, namun apakah keyakinan Luther terhadap keyakinan Tuhan secara fisik ini bisa dikatakan logis menurut akal sehat? Tentu saja tidak. Adapun Calvin dan Zwingli meski sama-sama meyakini bahwa roti dan anggur adalah simbol bagi darah dan tubuhnya Tuhan, keduanya bisa dikatakan telah menisbatkan sifat-sifat tercela bagi Tuhan, di mana roti dan anggur dianggap sebagai perwakilan dari Tuhan. Dan Tuhan tidak mungkin memiliki sifat-sifat yang tercela, kecuali jika ia sendiri hanya diyakini sebagai makhluk. 
Hal penting yang tidak bisa dipungkiri oleh Kristen adalah bahwa orang-orang yang pindah keyakinannya kepada Kristen, sebelumnya mereka adalah para penganut agama pagan. Meskipun mereka telah menganut agama Kristen, namun keyakinan dan pemikiran pagan yang pernah diyakininya, sedikit banyaknya telah mempengaruhi berbagai doktrin yang ada di dalam Kekristenan. Di masa itu, orang-orang Kristen masih senang mempelajari berbagai ajaran pagan, termasuk pula filsafatnya, di mana kondisi tersebut tidaklah bisa ditangani dengan baik oleh gereja, yang berakhir dengan adanya ketegangan antara Kristen dengan kebudayaan pagan setempat. Dan indikasi tersebut terlihat dari adanya penuturan Tertullianus yang telah menuturkannya sebagai berikut: “Apakah hubungan yang terdapat antara kota Athena dan Kota Yerusalem, antara akademi Yunani dan gereja?…Apakah ada sesuatu yang nyata sifat kesamaannya antara seorang filsuf dan seorang Kristen, antara seorang murid Yunani dan seorang murid sorgawi?”18 Jadi suatu hal yang absurd, jika ada Kristen yang mengklaim bahwa doktrin Kristen selama ini adalah doktrin yang dihasilkan orisinal tanpa adanya pengaruh dari agama dan kebudayaan pagan manapun. Dari adanya kondisi itulah, Bertrand Russell pun menyatakan dengan tepat tentang kondisi yang dialami oleh Kristen, “Pada saat ia (Kristen) diterima sebagai agama negara, telah menyerap banyak unsur Yunani, dan menyalurkannya, bersama dengan unsur-unsur Yahudi, menuju zaman-zaman selanjutnya di Barat.”19
Kita kembali ke persoalan ritual Perjamuan Kudus. Adanya ritual Perjamuan Kudus di masa itu tidak saja dilakukan oleh orang-orang Kristen, melainkan telah dilakukan pula oleh agama-agama pagan lainnya, di mana indikasinya bisa kita ketahui dari adanya komentar Justrin Martyr, di dalam karyanya, The First Apology, pasal 66, yang menyatakan sebagai berikut: “Yang ditiru oleh iblis jahat dalam misteri Mithras, telah memerintahkan hal yang sama untuk dilakukan. Karena roti dan secangkir air itu ditempatkan dengan mantra tertentu dalam ritual mistik seseorang yang sedang diinisiasi. Anda tahu atau dapat belajar.”20 Bahkan di dalam karyanya Tertullianus, Prescription against Heretics, secara eksplisit, ia mengakui bahwa penggunaan roti di dalam persembahan tidak saja dilakukan oleh Kristen, melainkan telah dilakukan pula oleh Mithra.21 
Ada anggapan, bahwa ritual Perjamuan Kudus yang dilakukan oleh Kristen telah ditiru oleh agama Mithra, di mana anggapan tersebut didasari karena adanya pandangan Justin Martyr di atas. Menurut penulis, anggapan tersebut tidaklah memiliki bukti yang bisa diandalkan, karena jauh sebelum Kristen terbentuk, agama Mithra telah lebih dulu ada sekitar satu abad atau lebih sebelum lahirnya era Kekristenan.22 Bahkan, sebelum Konstantin menjadikan Kristen sebagai agama negara, ia telah menjadi penganut agama Mithra, di mana kala itu Mithraisme telah memiliki banyak pengikut di masa kekaisaran Romawi.23 Seorang sejarawan Romawi, Plutarch (sekitar 46-120 M), mengisahkan tentang awal mula penyebaran agama Mithra, menurutnya, Mithraisme mulai diserap oleh orang-orang Romawi selama militer Pompey berkampanye dalam melakukan perlawanan terhadap bajak laut Kikilia sekitar 70 SM, dan menyebarnya Mithraisme ke kota-kota besar, seperti Aleksandria, Roma, Karthago telah dibawa oleh para pedagang Suriah. Sedangkan para tawanannya, telah melakukan penyebaran ke wilayah-wilayah pedesaan.24 
Ketika masuk era Kekristenan, agama Mithra menjadi pesaing kuat bagi agama Kristen, terutama sepanjang paruh terakhir di abad ke-3 M. Dan sebelum Kristen menjadi agama negara, para kaisar telah berusaha keras mencari agama baru yang bisa disenangi oleh para tentaranya, yang pada akhirnya pilihannya itu jatuh pada agama Mithra, yang telah memiliki puji-pujian dalam menenangkan hati para prajuritnya.25 Di lingkungan Romawi, tentara merupakan bagian paling dasar dalam kekaisaran yang mampu mempengaruhi keberlangsungan sebuah kekuasaan di Romawi. Di masa itu, tentara telah dianggap sebagai profesi oleh masyarakatnya, dan jika seorang prajurit bisa pensiun setelah melewati periode dinas militer selama dua puluh tahun lamanya, dan masih dianggap sebagai seorang prajurit oleh masyarakat setempat, meski ia sendiri telah pensiun.26 Dari adanya tujuan politis itulah, maka tidak mengherankan jika seorang kaisar melakukan berbagai upaya untuk membuat para tentaranya bentah dan nyaman, hingga harus mencarikan Tuhan yang bisa disenangi oleh hati para tentaranya.
Mithra adalah dewa yang berasal dari bangsa Iran, yang ia sendiri dikenal sebagai dewa perang, di mana dalam agama Mithra memiliki tujuh ritus inisiasi yang salah satunya memiliki kesamaan dengan Kristen, yaitu Perjamuan Kudus.27 Dari adanya kesamaan ritus itulah, maka hal yang wajar jika pada akhirnya Kristen dan Mithra sama-sama saling bersaing untuk mendapatkan sebanyak mungkin para pengikutnya. Namun, tidak hanya Mithra yang memiliki ritual seperti halnya Kristen, di wilayah Timur pun para penganut agama pagan di Mesir telah memiliki makanan suci di setiap hari kelima puluh yang terdiri dari roti dan air. W. Williamson, di dalam karyanya, The Great Law of Religious Origins, menyatakan: “Orang-orang Mesir kuno telah merayakan kebangkitan kembali Osiris dengan sebuah sakramen, memakan kue dan air suci setelah diberkahi oleh pendeta.” Selain di Mesir, orang-orang di Meksiko pun memiliki pula ritual yang sama seperti halnya Kristen, di mana Jamuan Yang Maha Tinggi telah dirayakan oleh mereka dengan cara memakan daging dewa mereka. Ensiklopedia Britannica pun ikut melaporkan adanya pesta serupa yang telah dilaksanakan di Yunani untuk menghormati dewa Dionysius.28 Terkait tentang perayaan dewa Dionysius di Yunani, terdapat dua festival yang biasa dilakukan oleh orang-orang Yunani, yaitu Dionysia Besar yang dilakukan di kota besar, dan festival Dionysia Kecil yang hanya dilakukan di pedesaan-pedesaan. Kedua festival tersebut, sama-sama memiliki ritual dalam meminum anggur, berpesta dan segala kegiatan meriah lainnya, yang para pesertanya hanya diisi oleh kaum perempuannya. Sedangkan di Romawi, ritual tersebut diperkenalkan oleh Bacchanalia, yang para pesertanya tidak hanya kaum perempuan, melainkan diikuti pula oleh para laki-laki dalam memeriahkan festival tersebut.29  

Kesimpulan
Tidak ada satu pun doktrin orisinal yang mampu dihasilkan oleh Kristen, di mana pengaruh agama pagan selalu saja mewarnai berbagai doktrin dalam Kekristenan. Hal tersebut terjadi, karena Yesus yang dijadikan sebagai acuan oleh mereka, tidaklah pernah mengajarkan apa yang mereka yakini selama ini, selain hanya mengandalkan kitab-kitab Injil dan Surat-surat Paulus, yang bukan sebagai saksi hidupnya Yesus. Jika Kristen mengklaim bahwa sakramen Perjamuan Kudus telah diajarkan oleh Yesus Kristus, tentunya sejak awal masa Kekristenan hingga saat ini, Kristen akan mengalami keseragaman dalam penafsiran dan juga sepemahaman. Berbagai inisiasi dari agama misteri (pagan) memiliki kesamaan dengan ritus Kristen, tentu saja di masa itu akan ada perubahan dan penyesuaian dengan apa yang telah dilakukan oleh Kristen, terlebih orang-orang yang masuk ke dalam agama Kristen, awalnya mereka adalah orang-orang pagan. Dalam hal ini, Rasid Rachman, seorang Kristen yang pernah menempuh studi di bidang sejarah liturgi, menyatakan secara jujur bahwa, “Beberapa Bapa Gereja ingin menyejajarkan ibadah inisiasi Kristen dengan inisiasi-inisiasi lain dalam upacara agama misteri (pagan).”30 Oleh karena itu, tanpa adanya ritus Perjamuan Kudus yang pernah dilakukan oleh agama pagan, tentunya Kristen tidak akan pernah melakukan sakramen tersebut, di mana agama pagan telah menjadi percontohan inisiasi yang akhirnya diterapkan dan dikembangkan oleh Kristen. 




Catatan Kaki:
1. Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, terj., Liem Sien Kie, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal. 349-350. 
2. Karl Keating, Katolik dan Fundamentalis: Menjawab 13 Serangan Pokok Terhadap Gereja Katolik, (Jakarta: Fidei Press, 2010), hal. 127.
3. Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen: Dari Abad Pertama Sampai Dengan Masa Kini, terj., A.A. Yewangoe, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), hal. 173.
4. Tony Lane, Runtut Pijar: Tokoh dan Pemikiran Kristen Dari Masa Ke Masa, terj., Conny Item-Corputy, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hal. 34. 
5. Bernhard Lohse, op.cit., hal. 176. 
6. Ibid., hal. 180.
7. Tony Lane, op.cit., hal. 99. 
8. Linwood Urban, op.cit., hal. 361-363. 
9. Tony Lane, op.cit., hal. 99-100.
10. Frans Magnis Suseno, Katolik Itu Apa? Sosok-Ajaran-Kesaksiannya, (Yogyakarta: Kanisius, 2017), hal. 154.
11. Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), hal. 461-462. 
12. Eka Dharmaputera, Katekismus Besar Marthin Luther, terj., Anwar Tjen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2018), hal. 209. 
13. Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja, Edisi Revisi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hal. 92-93. 
14. B.K. Kuiper, The Church in History, terj., Desy Sianipar, (Malang: Gandum Mas, 2010), hal. 210. 
15. Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, terj., Liem Sien Kie, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hal. 239-240.
16. G.C. van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hal. 464. 
17. Tony Lane, op.cit., hal. 146. 
18. Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato Sampai Ignatius Loyola, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hal. 87. 
19. Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang, terj., Sigit Jatmiko, dkk., (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), hal. 383. 
20. http://www.newadvent.org/fathers/0126.htm  diakses pada Tanggal 23 Oktober 2019. 
21. http://www.newadvent.org/fathers/0311.htm  diakses pada Tanggal 23 Oktober 2019. 
22. H.E. Dana, The New Testament World: Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya, dan Agama Di Zaman Perjanjian Baru, terj., Rosida Widyastuti, (Malang: Gandum Mas, 2016), hal. 194. 
23. B.K. Kuiper, op.cit., hal. 29. 
24. http://penelope.uchicago.edu/Thayer/E/Roman/Texts/Plutarch/Lives/Pompey*.html#2  diakses pada Tanggal 23 Oktober 2019. 
25. Bertrand Russell, op.cit., hal. 382. 
26. H.E. Dana, op.cit., hal. 131.
27. Ibid., hal. 195. 
28. Hamid Qadri, Awan Gelap Dalam Keimanan Kristen: Pengaruh Kepercayaan Kuno dan Filsafat Pada Agama Kristen, terj., Masyhur Abadi dan Lis Amalia R, (Surabaya: Pustaka Da’i, 2004), hal. 114-115.
29. E.M. Berens, Kumpulan Mitologi Dan Legenda Yunani Dan Romawi, terj., Yustisiana Jaslim, Dian Farida, Nurul, (Jakarta: Bukune, 2010), hal. 198-199. 
30. Rasid Rachman, Pembimbing Ke Dalam Sejarah Liturgi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), hal. 39. 

Comments

  1. Saya pengen belajar bikin blog kayak gini.... Mantaf

    ReplyDelete
  2. Kenyataanya dalam islam banyak sekali makhluk yang bisa mengampuni makhluk contohnya adalah air wudhu tetesannya itu bisa mengampuni dosa lalu darah daging kurban tetesannya juga mengampuni dosa tetapi pada kenyataanya semua makhluk makhluk ini tak bisa mengampuni dosa ataupun menambah manfaat pada kita hanya allah lah yang bisa mengampuni dosa kita

    ReplyDelete
  3. Yang menghapus Dosa dlm Islam itu Allah!

    ReplyDelete
  4. baca website ini bloon:

    https://www.menjawabkristen.net/2015/11/lima-misteri-hajar-aswad-yang-belum.html

    ReplyDelete
  5. Hajar Aswad kalo dicuri maling pasti muslim sedunia pada kebingungan dan kelabakan. Katanya bukan berhala, kok pada kebingungan? Kan tinggal diganti pake batu meteor lain...HAHAHAHA

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mohon Perhatian, Khotbah pagi segera dimulai..!!!

      acara ini dipersembahkan oleh yayasan sundal kristus indonesia, dan didukung oleh,

      PT. Menertawakan Injil.. hehehe.

      Shaloomemek, salam memek, tanpa memek kita tidak punya tuhan..!! hehehe.

      Selamat pagi wanita kristus, yang buah dadanya seumpama gugusan anggur (kidung agung 7:7) ,

      semalam pagi juga lelaki kristus, yang zakarnya seperti zakar kuda (Yehezkiel 23:20)

      ingatlah, Tuhan telah bersabda.!

      "Sabda-Mu adalah pelita bagi langkahku, cahaya untuk menerangi jalanku." (Mazmur 119:105)

      ya, sabda tuhan adalah pelita yang menerangi jalan kita, sabda seperti apakah itu..??

      “Berfirmanlah TUHAN kepadaku: “Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti TUHAN juga mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah lain dan menyukai kue kismis” (Hosea 3:1)

      halelonte,

      ya, wanita kristus harus melacur, tidak melacur, tidak akan kudus
      sebab upah dan melonte juga kudus(yesaya 23:18),,

      jangan takut janda tidak akan masuk neraka di akhirat, sebab yesus telah menjamin para pelacur dan preman akan mendahului semuanya untuk masuk sorga

      Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. (matius21:32)

      inilah jalan kebenaran, sbg mana kata yesus,
      Yohanes 14:6

      LAI TB, Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."
      maksudnya, benar benar jalan yang menyesatkan,
      hehehe,

      halelonte, tetap dijalan kudus dan tegakkan persundalan.
      Bapa Mengampuni, Yesus Memberkati, dan Roh kudus Mengurapi persundalan kita.

      GBU ==>> GEREJA BUTUH UANG

      Delete
  6. UMAT KRISTEN, bukan saja merupakan umat terkutuk di dunia, akan tetapi, umat Kristen juga merupakan umat yang TIDAK PERNAH menyembah Tuhan.

    Tatacara ibadah umat Kristen, sebagaimana diuraikan secara singkat di bawah ini, meski beberapa diantaranya diduga diajarkan oleh Yesus, akan tetapi, yang paling penting adalah bahwa umat Kristen TIDAK PERNAH menyembah Tuhan, meski mereka memiliki 3 Tuhan. Kasihan memang, tak satupun dari 3 Tuhan tersebut yang disembah oleh umat Kristen. Berikut tatacara ibadah umat Kristen:

    1. Menyanyi.

    Menyanyi merupakan ritual umat Kristen paling penting yang harus dilakukan pada setiap kebaktian Minggu atau kebaktian lainnya di gereja atau tempat lain. Menyanyi, bukanlah prosesi penyembahan kepada Tuhan, tetapi merupakan bentuk puji-pujian kepada Tuhan.

    2. Berdoa.

    Berdoa juga merupakan ritual penting kedua dalam ibadah umat Kristen. Sebagaimana berdoa dalam ritual umat-umat agama lain, berdoa dalam Kristen juga sama sekali bukanlah bentuk penyembahan kepada Tuhan, tetapi merupakan bentuk ritual permohonan/permintaan kepada Tuhan, sama sekali bukan bentuk penghambaan/kepasrahan secara total (menyembah) kepada Tuhan.

    3. Puasa.

    Puasa secara khusus diwajibkan kepada umat Katholik, akan tetapi, tatacara dan waktunya sepenuhnya ditentukan oleh gereja. Jelas, tatacara ini berbeda dengan puasanya umat Israel dimana Yesus mengemban misinya. Puasa ini tidak ada hubungannya dengan ritual menyembah Tuhan.

    Jelaslah sekarang, Kristen bukanlah agama yang berdasarkan Alkitab secara total, tetapi ia berdiri berdasarkan kesepakatan antara tokoh-tokoh masyarakat paganisme yang berbeda-beda pada masa lalu dengan mengadopsi surat-surat Paulus sebagai pembenarannya. Singkatnya, Kristen sama sekali tidak ada hubungannya dengan Yesus maupun Perjanjian Lama, baik dilihat dari aspek ritual keagamaan maupun sejarah kelahirannya. Karena sebagaimana dapat dibaca dalam berbagai literatur, misi dan tugas kerasulan Yesus hanyalah terbatas kepada umat Israel, sementara agama Kristen secara resmi baru menemukan identitasnya tiga abad kemudian setelah dugaan penyaliban Yesus.

    ReplyDelete
  7. Blogger nya pintar wihh... Salut..

    ReplyDelete
  8. Blog renungan malam kalian http://satutunggal.blogspot.com/2022/04/tuhan-mahluk-vs-tuhan-mahasatu.html?m=1

    ReplyDelete

Post a Comment