Meluruskan Kesalahpahaman Tentang Makna Jihad

Oleh : Sang Misionaris (SM).



Pendahuluan
    Ketika kalangan Islamophobia membahas tentang perang yang dilakukan oleh Umat Islam, dengan serta merta mereka memberikan berbagai rentetan tudingan terhadap Islam. Hal tersebut terjadi, karena adanya kesalahpahaman mereka dalam memahami tentang makna jihad itu sendiri. Dan sebagai Muslim, tentunya kita memiliki tanggung jawab moral untuk meluruskan kesalahpahaman tentang makna jihad. Lalu apa itu definisi jihad dan orientasi apa yang dituju oleh umat Islam dalam melakukan peperangan  ?  
Ditolak Di Mekkah, Namun Diterima Di Madinah
    Setelah Nabi Muhammad menerima wahyu untuk pertama kalinya dari Allah melalui Malaikat Jibril, tiga belas tahun lamanya Nabi Muhammad berjuang di Mekah hanya untuk menyampaikan dan mengajak orang-orang Mekah pada ketauhidan. Tiga tahun lamanya, beliau melakukan dakwahnya secara sirr (sembunyi-sembunyi), namun hanya sekitar tiga puluh sembilan orang yang mau menerima seruannya.1 Hingga pada akhirnya, beliau melakukan dakwah secara terang-terangan kepada penduduk Mekah setelah dikemudian hari menerima wahyu dari Allah untuk menyampaikan dakwahnya secara terang-terangan.2 Dakwah secara terbuka yang dilakukan oleh Nabi, ternyata disambut oleh penduduk Mekah dengan reaksi keras, dalam bentuk penolakan dan juga perlawanan.3 Ketika perlawanan yang diberikan oleh orang-orang Quraisy kepada Nabi mendapatkan hasil yang tidak memuaskan, lalu mereka mencari jalan lain untuk membuat Nabi Muhammad merasa jera atas dakwah yang dilakukannya, yakni dengan melakukan embargo kepada keluarganya. Dan puncak perlawanan mereka ialah melakukan pembunuhan berencana kepada Nabi, namun ternyata mengalami kegagalan, dikarenakan Nabi dan para sahabat lainnya telah melakukan hijrah ke Madinah.
    Dalam melakukan Hijrah ke Madinah, pemberangkatannya dilakukan secara berkelompok dan sembunyi-sembunyi, kecuali kelompok yang dipimpin oleh Umar bin Khathab, yang kemudian disusul oleh Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Berkaitan dengan hijrah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya, Hitti berpendapat, bahwa hijrah bukanlah suatu bentuk pelarian, melainkan migrasi di mana periode Mekah dan masa Madinah dimulai.4 Hijrah merupakan sebuah peristiwa penting yang dipandang sebagai titik balik perjuangan gemilang yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan penentuan awal dalam kalender Islam.5 Selain itu, peristiwa hijrah pun merupakan titik balik dalam menuju suatu era baru kehidupan Nabi Muhammad dan umatnya. Dan melalui peristiwa ini, Nabi dapat mengimplementasikan idealitas Islam secara kaffah dan menjadikan Islam sebagai faktor dalam sejarah.6
    Ketika Nabi Muhammad tinggal di Madinah sekitar sepuluh tahun lamanya, apakah permusuhan dari pihak Quraisy surut dan tidak ada lagi tantangan yang dihadapi oleh Nabi dan para sahabatnya ? Tentu tidak, nyatanya telah banyak peperangan dan konfrontasi yang terjadi pada masa Nabi, ada enam puluh empat kali peperangan yang terjadi kala itu; dua puluh enam peperangan yang dipimpin oleh Nabi sendiri, dan selebihnya merupakan pasukan dari utusan Nabi dalam melakukan perlawanan terhadap suku Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya. Pada saat Nabi belum melakukan hijrah ke Madinah, telah terjadi banyak peperangan di Madinah (Yastrib), yakni antar dua suku utama Arab, suku Aus dan Khazraj di satu pihak, dan di pihak lain, telah terjadi peperangan antara kedua suku tersebut dengan orang-orang Yahudi. Tercatat dua belas kali peperangan yang terjadi antara suku Aus dan Khazraj, namun kedua suku ini pernah bersatu untuk melakukan perlawanan kepada orang-orang Yahudi hingga pada akhirnya orang-orang Yahudi mengalami kekalahan.7 Sementara itu, puncak konflik antar suku terjadi pada perang Bu’ats pada tahun 618 M, atau sekitar lima tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Kelompok Khazraj bersekutu dengan Bani Qainuqa, sedangkan kelompok Aus bersekutu dengan Bani Quraudzat dan Bani Nadhir. Dari adanya peperangan tersebut pada akhirnya menimbulkan berbagai kerusakan dan banyaknya jatuh korban jiwa diantara keduanya.8
    Dengan adanya  keadaan sosio-politik di Madinah seperti itu, tentunya Nabi Muhammad telah masuk ke dalam milieu masyarakat yang memilki permasalahan yang sangat kompleks, yang masyarakatnya sendiri sudah terbiasa melakukan peperangan dan permusuhan; baik karena disebabkan oleh permasalahan yang sepele maupun yang bersifat fundamental. Namun mengapa pada akhirnya orang-orang Madinah mau menerima kehadiran Nabi Muhammad dan para sahabatnya, sedangkan di tanah kelahirannya sendiri beliau malah ditentang ? Atas hal itu, Fazlur Rahman memberikan pendapatnya,9 “Seandainya misinya memperoleh kemajuan yang memuaskan, tentulah ia tidak akan meninggalkan Mekkah, karena menguasai kota tersebut, yang merupakan pusat keagamaan bangsa Arab, adalah tujuan utamanya. Tetapi sebaliknya, beliau juga bukan sama sekali tidak diikuti orang di Mekkah, karena kalau demikian, jelas orang-orang Madinah itu tidak akan meminta beliau untuk menjadi pemimpin, hanya karena kasihan kepadanya saja, sedangkan prestisenya di kalangan masyarakat daerahnya sendiri rendah. Karena itu, sangatlah bisa dipastikan bahwa prestise moral dan kecakapan politik Nabilah yang telah menawan hari orang-orang Madinah itu”.
    Dengan adanya penerimaan dari orang-orang Madinah atas kedatangan Nabi, tentunya hal tersebut disebabkan karena adanya kemuliaan akhlak Nabi dan kecakapannya dalam memimpin, meski dalam perjalanannya, mendapatkan pertentangan dari orang-orang yang ada di Madinah; seperti halnya dari orang-orang Yahudi. Dengan adanya berbagai persengketaan yang pada akhirnya mengakibatkan terjadi peperangan antara umat Islam dengan orang-orang kafir, dan juga menghasilkan berbagai kesepakatan, tentunya hal tersebut sebagai sebuah bentuk pembuktian, bahwa Nabi Muhammad bukan saja mampu menjadi seorang pemimpin agama, namun mampu pula sebagai politikus yang handal.

Apakah Mungkin Pihak Islamophobia Bisa Bersikap Adil ?
    Setelah periode dakwah secara lisan di Mekkah berakhir, dan tidak ada satu pun nyawa dari para sahabat yang melayang, pada akhirnya Nabi Muhammad menegakkan hujah dihadapan kaum Quraisy dengan memberikan perlawanan secara fisik, yakni berperang, setelah Allah menurunkan Surat Al-Hajj ayat 39.10 Perang yang dilakukan oleh Nabi, merupakan sebuah reaksi dalam melindungi diri atas adanya aksi dari kaum Quraisy yang kerap kali mengganggu kaum Muslimin.
    Perang merupakan perbuatan fisik yang bisa mengakibatkan nyawa seseorang melayang, selain menyisakan kerusakan dimana-mana. Dan penulis setuju, jika perang identik dengan kekerasan.  Namun, yang perlu kita renungkan bersama ialah ketika ada penyerangan yang mengakibatkan suatu nyawa terancam, apakah pihak yang diserang harus berdiam diri dalam menghadapinya ? Ketika pihak yang diserang malah berdiam diri dari segala bentuk penyerangan yang menimpanya, tentunya hal tersebut bisa dinilai sebagai tindakan seorang pengecut, dan bahkan bisa dianggap bunuh diri. Dan suatu hal yang logis, ketika suatu penyerangan mendapatkan perlawanan dari pihak yang diserang, sebagai langkah dalam melindungi jiwanya yang terancam, meski pada akhirnya akan menyisakan korban jiwa bagi kedua belah pihak. Dan Islam, mempunyai sistem aturan tersendiri dalam melindungi jiwa dan harta para pemeluknya.
    Ketika kaum Muslimin dituding miring dan dicap sebagai pelaku terror karena telah melakukan banyak peperangan, apakah pihak Islamophobia mengetahui tentang penyebab terjadinya perang Hamra’ Al-Asad, perang Ghabah, perang Khaibar, perang Mut’ah, perang Tabuk, dan berbagai perang lainnya yang menyebabkan umat Islam melakukan perang ? Karena suatu hal yang absurd, ketika pihak Islamophobia menuding bahwa Islam adalah ajaran yang haus akan perang, dan agama teror, namun di sisi lain, mereka sendiri tidak pernah mengetahui tentang penyebab kaum Muslimin melakukan perang. Dan bahkan bisa dikatakan cacat logika, ketika ada suatu pembunuhan yang terjadi ternyata pelakunya adalah umat Islam, dengan serta merta mereka langsung memberikan pandangan bahwa Islam adalah ajaran agama yang mengajarkan seseorang menjadi pelaku terror kepada orang lain. Padahal, pelaku kejahatan semisal pelaku pembunuhan, tidak saja dilakukan oleh oknum yang beragama Islam, melainkan terjadi pula pada agama lain selain Islam. Namun, ketika mereka bersikeras atas pandangannya tersebut terhadap Islam, tentunya mereka pun harus bisa bersikap konsisten pula ketika ada pelaku pembunuhan  berasal dari pihak non-Muslim, ikut menisbatkan pula bahwa agama yang dianut oleh pelaku merupakan suatu ajaran yang telah mengajarkan teror dan pembunuhan kepada pemeluknya. Namun pada kenyataannya, apakah pihak Islamophobia bisa bersikap adil dalam memberikan penilaiannya ? Tentu saja tidak. Karena jika mereka mampu bersikap adil, tentunya mereka tidak akan mendeskreditkan tentang Islam.

Apa Itu Jihad ?
    Istilah Jihad, merupakan suatu istilah yang menyeramkan dan menakutkan bagi kalangan Barat dan juga pihak Islamophobia. Hal tersebut terjadi, karena adanya kesalahpahaman mereka dalam memahami makna jihad itu sendiri. Akibatnya, term jihad selalu mereka kaitkan langsung dengan perang. Padahal, jihad berasal dari “jahd” (kesulitan) atau “juhd” (kekuatan), yang bermakna, “mengerahkan seluruh kemampuan atau kesungguhan yang ada”,11 baik dalam konteks melawan musuh yang nyata, Syetan, maupun hawa nafsu.12 Derivasi jihad digunakan sebanyak tiga puluh lima kali dalam Al-Qur'an, dengan konteks yang beragam, yang sebagian besar turun pada fase Madinah. Oleh karena itu, pengertian jihad memiliki pengertian yang sangat luas daripada konsep Eropa tentang “perang suci”.13 Karena dalam kultur Barat, perang suci, menurut Johnson, bahwa hal tersebut muncul melalui tiga konteks historis utama, yaitu Perjanjian Lama, Perang Salib, dan perang agama pada era pasca-Reformasi.14 Sedangkan “qital” yang derivasi umumnya berkonotasi pada perang,15 telah digunakan sebanyak lima puluh empat kali penggunaannya di dalam Al-Qur'an, yang semuanya termasuk Madaniyah, yang berasal dari akar kata “qatala” yang mempunyai makna membunuh, berseteru, memaki, sehingga qatala tidak selalu harus diartikan sebagai perang.16 Oleh karena itu, istilah qital pun memiliki cakupan yang lebih luas daripada harb (perang). Misalnya Qs. 49:9, tentang perintah menindak, yang tidak mesti memerangi suatu kelompok yang sedang berseteru.17
    Meski perang mempunyai kesan yang menakutkan, namun dalam perspektif Islam, hal tersebut mempunyai hukum tersendiri yang telah ditetapkan sebelumnya untuk ditaati oleh umat Islam. Karena jika suatu perbuatan tanpa adanya sebuah aturan yang telah ditetapkan, tentunya apapun perbuatan yang dilakukan akan mengarah kepada hal-hal yang bersifat berlebih-lebihan, termasuk tentang berperang. Joseph, seorang pakar studi syariah menyatakan, “…tidak mungkin memahami Islam tanpa memahami hukum Islam.”18 Dan  berdasarkan pernyataan dari Joseph tersebut, tentunya kita bisa memastikan, bahwa pihak Islamophobia ataupun orang-orang yang mendeskreditkan Islam, bisa dikatakan bahwa mereka memang tidak memahami hukum-hukum yang terdapat pada Islam; seperti halnya tentang peperangan yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Lalu, hukum Islam seperti apakah yang di dalamnya mengatur peperangan yang dilakukan oleh kaum Muslimin ?
    Dalam peperangan yang pernah dilakukan oleh kaum Muslimin, para musuh Islam merasa aneh terhadap mental yang terdapat pada kaum Muslimin ketika sedang menghadapi perang, yang menurut mereka, terkesan mempunyai mental nekad. Selain itu, mereka pun merasa aneh pula ketika kaum Muslimin sedang berperang yang selalu meneriakkan “Allohu Akbar”. Menurut mereka, kaum Muslimin telah melakukan pertumpahan darah atas nama Tuhan. Pandangan tersebut, tentunya suatu hal yang logis atas apa yang ada pada benak mereka, yang disebabkan karena ketidakpahaman mereka tentang makna jihad yang dilakukan oleh umat Islam. Suatu perbuatan tanpa adanya persiapan yang matang dalam melakukan sesuatu, terlebih dalam melakukan perang, tentu hal tersebut akan mengantarkan seseorang kepada kondisi bunuh diri dan bisa dinilai sebagai perbuatan yang nekad. Namun, ketika umat Islam melakukan apapun secara sungguh-sungguh, yang dibarengi dengan mempersiapkan segala sesuatunya, secara literal, itulah yang disebut dengan jihad. Dengan adanya kerelaan dalam melakukan jihad, dengan mengorbankan harta dan jiwa, hal itu merupakan sebuah bukti nyata dari keimanan seorang Muslim.19 Sedangkan umat Islam mengucapkan “Allohu Akbar”, semisal saat sedang berperang, hal itu hanya sebagai pembakar semangat bagi kaum Muslimin lainnya, yang secara teologis, memupuk keyakinan diri bagi seorang Muslim, bahwa segala sesuatu selain Allah tidak layak untuk ditakuti, meski pada akhirnya nyawa sebagai taruhannya. Karena dengan adanya rasa takut kepada Allah, mengimplikasikan bahwa ia adalah orang yang beriman.20
    Jihad merupakan salah satu perintah Allah, dan motif Muslimin dalam melakukan jihad, tentu saja sebagai sebuah sebuah upaya dalam mentaati Allah. Dan  tujuan jihad yang dilakukan oleh umat Islam ialah :21 Pertama, meninggikan kalimat Allah, dan melenyapkan segala kekufuran (Qs. 2:193).  Kedua, menghilangkan kezhaliman yang menimpa kaum Muslimin (Qs. 22:39-41). Ketiga, menggentarkan musuh Allah (Qs. 8:60). Oleh karena itu, sungguh suatu hal ironi dalam sejarah kontemporer, bahwa kata “jihad” memicu rasa takut di hati orang Barat, dan pemerintah Barat yang mengasosiasikannya dengan terorisme dan kefanatikan Islam.22

Kesimpulan
    Selama tiga belas tahun lamanya Nabi Muhammad melakukan dakwahnya di Mekkah, namun nyatanya tidak ada korban jiwa yang dialami oleh pihak Muslim maupun di pihak Quraisy. Hal itu terjadi, karena kesabaran Nabi Muhammad dalam menghadapi sikap keras dari penduduk Mekah. Namun, ketika Nabi berada di Madinah yang sosio-politiknya lebih kompleks dari pada Mekkah,23 yang mengakibatkan jiwa kaum Muslimin terancam,24 tentunya suatu hal yang wajar ketika umat Islam melakukan perlawanan sebagai bentuk pembelaan diri dari segala bentuk kezhaliman yang diterimanya. Dan tidak ada satu peperangan yang dilakukan oleh umat Islam, selain sebagai reaksi atas aksi yang dilancarkan oleh pihak kafir yang selalu menyulut terjadinya peperangan.
Meski berbagai tudingan miring selalu dilontarkan oleh pihak Islamophobia dalam mendeskreditkan Islam dan umatnya; seperti halnya tentang jihad dan perang yang dilakukan oleh kaum Muslimin, tentunya selama mereka memiliki keengganan dalam mempelajari Islam seutuhnya, hal tersebut tentunya mengakibatkan mereka jatuh ke dalam jurang kebencian tanpa dasar terhadap Islam. Karena jihad, tidaklah identik dengan mengangkat senjata sebagaimana perang fisik yang terjadi selama ini, disaat kita pun telah memahami apa itu jihad dan obyek garapannya. Dan saat terjadi peperangan, suatu hal yang lumrah ketika banyak nyawa berjatuhan bagi pasukan di kedua belah pihak. Adapun Islam, memberikan berbagai aturan bagi para pemeluknya, yang tidak saja mengatur hubungan antara dirinya dengan Tuhan dan juga kepada sesama manusia, namun memberikan pula kesempatan untuk melakukan pembelaan dalam rangka membela diri dari tindak kejahatan atau kezhaliman yang dialaminya.

Catatan Kaki :
  1. K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, jilid I.
  2. Qs. 15:94-95, “Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara engkau (Muhammad) dari (kejahatan) orang yang memperolok-olokkan (engkau).”
  3. Terkait adanya respon penolakan dari penduduk Mekah terhadap dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, Asghar Ali Engineer menyampaikan teorinya, bahwa dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad tidak hanya sebatas permasalahan tauhid, melainkan berimbas pula pada permasalahan sosial-ekonomi yang menuntut adanya keadilan dalam berbagai lini dalam srata masyarakat Mekah kala itu (The Origin and Development of Islam).
  4. Philip K. Hitti, Makers of Arab History.
  5. Bernard Lewis, The Arab in History.
  6. Op.Cit.
  7. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah DItinjau Dari Pandangan Al-Qur’an.
  8. Ali Asghar Engineer, The Origen and Development of Islam. Diterjemahkan oleh Imam Baehaqi, Asal-Usul dan Perkembangan Islam.
  9. Fazlur Rahman, Islam.
  10. Dr. Nizar Abazhah, Perang Muhammad Kisah Perjuangan dan Pertempuran Rasulullah.
  11. Ibn Manzur, Lisan Al-‘Arab.
  12. Al-Raghib al-Isfahani, Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an.
  13. John Wansbrough, Quranic Studies : Sources and Methods of Scriptural Interpretation.
  14. James Turner Johnson, The Holy War Idea in Western and Islamic Traditions.
  15. Op.Cit.
  16. J. Milton Cown (ed.), Hans Wehr : A Dictionary of Modern Written Arabic.
  17. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah : Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an.
  18. Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law.
  19. Qs. 49:15, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
  20. Qs. 3:175, “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” Ayat lain yang mengisyaratkan untuk takut kepada Allah, ialah Qs. 2:150; 5:3, 44.
  21. Yuana Ryan Tresna, Muhammad saw on The Art of War.
  22. James Reston, Jr. Dalam karyanya yang berjudul, Perang Salib Perseteruan Dua Kesatria : Salahuddin Al-Ayyubi Dan Richard Si Hati Singa.
  23. Untuk mengetahui perbedaan sosio-politik Mekah dengan Madinah, silahkan untuk membaca karya Aksin Wijaya, Sejarah Kenabian : Dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Muhammad Izzat Darwazah.
  24. Untuk mengetahui apa saja yang dialami oleh Nabi Muhammad dan juga para sahabatnya saat di Madinah, silahkan untuk membaca karya Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad.

Comments