Menelusuri Jejak Islam Dan Kristen Nestorian Di Barus


Oleh: Sang Misionaris


Pendahuluan
Ketika kita dialog dengan Kristen dan membahas tentang sejarah masuknya agama Kristen ke Indonesia, Kristen pada umumnya akan berpendapat bahwa yang membawa agama Kristen ke Indonesia adalah para bangsa kolonial. Namun demikian, ada sebagian umat Kristen yang penuh dengan percaya diri memberikan jawaban yang lain dari Kristen pada umumnya, bahwa sejarah masuknya agama Kristen ke Nusantara itu dibawa oleh Kristen Nestorian, di mana keberadaan Gereja Nestorian telah ada di Nusantara sejak abad ke-6 atau 7 M. Menurut mereka, sejarah kota Barus kuno merupakan tempat yang telah disinggahi oleh Gereja Nestorius. Namun nyatanya, klaim mereka tersebut masih belum bisa dibuktikan kebenarannya hingga saat ini, dikarenakan tidak adanya bukti-bukti sejarah yang telah mendukung dan membuktikan klaim Kristen tersebut, dan adanya anggapan mereka bahwa Kristen lebih dulu masuk ke Nusantara daripada Islam, tentu saja klaim tersebut tidak memiliki dasar sama sekali. Untuk menguji klaimnya Kristen tersebut, tentunya kita perlu mengajukan pertanyaan kepada Kristen, adakah jejak Kristen Nestorian di Barus, seperti halnya bangunan gerejanya, pemukiman orang-orang Nestorian, salibnya, dan lain-lain. Namun sepanjang yang penulis ketahui, tidak ada sama sekali jejak Nestorian yang bisa kita dapatkan.


Klaim Kristen: Kristen Nestorian Pernah Ada Di Barus
Apakah benar, sebelum bangsa kolonial masuk ke wilayah Nusantara, orang-orang Kristen telah lebih dulu ada daripada umat Islam? Ketika umat Kristen ditanya seperti itu, sebagian dari mereka akan menjawab ada, di mana argumentasi yang mereka kemukakan selalu membahas tentang Gereja Nestorian di Barus, di mana eksistensinya telah dianggap sebagai bukti bahwa Kristen telah dulu ada di Indonesia jauh sebelum umat Islam datang. Dan sepanjang yang penulis ketahui, klaimnya mereka tersebut hanya bersandar pada catatannya Abu Salih al-Armeni, seorang sarjana Mesir, dari abad ke-12 M. Menurut catatan al-Armeni, banyak Gereja Nestorian yang telah berdiri di kota Fansur, nama kuno untuk Barus, sebuah kota pelabuhan di pantai timur Sumatera Utara.1 Jika memang kehadiran Gereja Nestorian di Barus adalah fakta sejarah, lalu sejak kapan Kristen Nestorian datang ke Indonesia? Terkait tentang pertanyaan tersebut, Jan. S. Aritonang berpendapat, menurutnya, beberapa literatur menyebut bahwa agama Kristen telah hadir di Indonesia melalui kedatangan sejumlah pedagang Kristen Nestorian dari Timur Tengah sejak abad ke-7 M, yaitu di pelabuhan Pancur, di pantai barat Sumatera Utara (kira-kira di kota kecil Barus sekarang).2 
Sedangkan menurut J. Bakker SJ, bahwa agama Katolik sudah ada pada abad ke-7 M dan berakar di Sumatera Utara lalu menyebar ke daerah lain, termasuk Jawa. Adanya Katolik di Sumatera Utara dan akhirnya menyebar ke daerah lain di Nusantara, Bakker berpendapat bahwa penyebaran tersebut bermula dari upaya Santo Thomas yang telah mewartakan Injil hingga ke India Selatan, di mana lewat perdagangan akhirnya menyebar ke Sumatera Utara. Teori Bakker tersebut didasari oleh ilmuwan Islam yang bernama Syekh Abu Salih Al-Armini, yang berjudul Tadhakkur fiha Akhbar min al-Kana’is wa’l-Adyar min Nawahin Misri wal Iqtha’aihu, yang berisi tentang daftar gereja dan pertapaan (asketisme) di Mesir dan wilayah Timur lainnya. Dalam bukunya, Abu Salih menyebut di Fansur, tempat asal kamper, terdapat sekelompok Nestorian dan sebuah gereja yang dipersembahkan kepada Maria, di mana sumber yang digunakan oleh Abu Salih adalah Kitab Nazm al-Jawhar, karyanya Sa’id bin al-Batriq. Menurut Bakker, Fansur itu sama dengan Pansur, dekat Barus di Tapanuli, dan dia pun menulis penyebutan Kristen Nestorian dari Abu Salih yang menurutnya dianggap keliru dan meluruskannya sebagai Katolik. 
AJ Butler telah memberikan catatan terhadap terjemahan BTA Evetts atas karya Abu Salih ke dalam bahasa Inggris, dengan judul The Churches and Monasteries of Egypt Attributed to Abu Sahlih, The Armenian, menurutnya, Fahsur memang tertulis dalam manuskrip aslinya. Tetapi kata itu seharusnya ditulis Mansur, sebuah negara di zaman kuno yang terdapat di barat laut India, yang terletak di sekitar Sungai Indus. Adolf Heukeun SJ dalam tulisan Christianity in Pre-Colonial Indonesia, ia pun mendukung pendapat Butler tersebut. Kecuali catatan singkat yang diberikan oleh Abu Salih, tidak ada informasi lebih lanjut tentang Kristen di Fansur/Barus, tulis Heukeun, di mana tulisannya tersebut dimuat pada A History of Christianity in Indonesia, karyanya Jan Sihar Aritonang dan Karel A. Steenbrink.3 Adapun penginjilan (pemberitaan) yang dilakukan oleh Santo Thomas ke Indonesia, sebagaimana yang telah diklaim Bakker di atas, ternyata sumber Katolik Barat tidak mengisahkannya sama sekali bahwa ia pernah ke Indonesia, melainkan mengisahkan tentang Santo Thomas yang pernah melakukan penginjilan ke India. 

Adakah Buktinya Kristen Pernah Ada Di Barus?
Apakah benar sebelum bangsa kolonial datang ke Nusantara, Kristen Nestorian pernah ada di Barus? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebaiknya kita mencermati terlebih dahulu apa yang telah disampaikan oleh Kruger, menurutnya, “…Di Indonesia tidak kita dapati sedikit pun bekas Pengkabaran Injil, dan tidak terdapat seorang Kristen pun di Indonesia sebelum kedatangan bangsa Portugis pada abad ke-16 M.”5 Pendapat Kruger tersebut sesuai dengan fakta sejarah yang dikemukakan oleh Ahmad Mansur Suryanegara, di mana pada tahun 1511 M, Portugis telah menguasai Malaka yang mengakibatkan pihak Kesultanan Demak dan Aceh melakukan perlawanan untuk merebut kembali Malaka dari tangannya Portugis di tahun 1512 M.6 Maka dalam hal ini, kita bisa langsung menyimpulkan bahwa sebelum Portugis tidak ada pihak Kristen dari bangsa manapun yang telah datang lebih dulu, termasuk pula di wilayah Barus. 
Dalam literatur Kristen, khususnya tentang sejarah gereja di Asia, kita akan mendapatkan informasi bahwa Gereja Nestorian merupakan Kristen pertama yang masuk ke wilayah Barus, meskipun kita sendiri tidak akan pernah mendapatkan bukti sejarah tentang adanya jejak Gereja Nestorian di Barus. Namun sebaliknya, dari literatur Islam kita akan mendapatkan informasi bahwa yang pertama kali masuk ke Barus bukanlah Kristen, melainkan umat Islam. 
Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam, telah menuliskan dari sumber Dinasti Tang tentang adanya wirausahawan Arab yang telah menetap di pantai barat Sumatera, menurutnya, perlu diperhatikan berita Cina dari Dinasti Tang, tahun 618-907 M, sekalipun dari Cina, tidak menuliskan bahwa pembawa ajaran Islam  yang pertama masuk ke Nusantara Indonesia pada awal mulanya adalah wirausahawan Cina. Melainkan, dituliskan pada abad ke-7 M adalah wirausahawan Arab, bukan Gujarat dan bukan pula India. Pernyataan Thomas tersebut diperkuat dengan adanya keterangan dari Ibrahim Buchari, bahwa di Barus telah ada nisan seorang ulama yang bernama Syaikh Mukaiddin di Barus, Tapanuli, yang bertuliskan 48 H atau 670 M.7 Dari adanya informasi tersebut, maka bisa dipastikan bahwa agama Islam telah masuk ke Nusantara pada abad ke-7 M atau pada abad ke-1 H, di samping telah membuktikan pula bahwa orang-orang yang ada di Nusantara, khususnya dari Barus, telah memiliki hubungan dagang dengan umat Islam yang berasal dari Cina. Syaikh Syamsudin Abu Ubaidillah Muhammad bin Thalib ad-Dimsyaqi yang dikenal dengan nama Syaikh Ar-Rabwah, di dalam karyanya yang berjudul Nukhbat ad-Dhar, menjelaskan bahwa wirausahawan Muslim telah memasuki kepulauan ini (Indonesia) pada masa Khalifah Usman bin Affan, 24-36 H/ 644-656 M.8
Adanya hubungan dagang pihak Barus dengan dunia luar tidak saja dilakukan dengan Cina, melainkan telah terlebih dahulu terjalin dengan orang-orang yang berasal dari Timur Tengah, di mana fakta ini diperkuat dengan adanya hadits dari Nabi Muhammad ﷺ yang telah menyinggung kapur barus. Ummu ‘Athiyyah berkata: Ketika salah satu puteri Nabi ﷺ wafat, Nabi ﷺ keluar seraya berkata: “Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika kalian anggap perlu dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kafur barus (wewangian) atau yang sejenis dari kapur barus (kamper). Dan bila kalian telah selesai beritahu aku” (Hr. Bukhari, no. 1180).
Adapun fakta lainnya yang membuktikan bahwa umat Islam telah lebih dulu ada di Barus yaitu adanya persinggahan yang telah dilakukan oleh Abi Kabcha yang dikenal dengan Wan Kenshu, di mana ia sendiri telah singgah di pulau Morsala, yang oleh kalangan terpelajar masyaratkat Barus bermakna Mor Shalat, orang Arab shalat atau Mushala. Morsala adalah sebuah pulau yang sekarang dekat dengan Barus, yang dahulu pulau ini masuk ke dalam wilayah Barus. Di sana terdapat air terjun terjal yang mengalir dari gunung ke laut. Masyarakat menyebutnya dengan nama Paccur (Batak Tapanuli) atau Pancuran (Batak Pesisir). Karena di Barus memiliki banyak pancuran dari adanya alasan itulah yang akhirnya melatarbelakangi adanya sebutan nama “Fansur” (dialek Arab). Sejumlah penulis menyatakan bahwa nama-nama penyiar agama Islam yang bermakam di Barus sekitar tahun 44-48 H/ 665-669 M ialah Syekh Mahmud, Tuan Ambar, Tuan Batu Badan, Syekh Syamsuddin As-Sumantrani (w. 1630 M), dan lain-lain. Sementara itu menurut Ambary, salah satu batu nisan tertua ada di dalam komplek kuburan Batu Badan, yaitu nisan seorang perempuan yang bernama Maesurah dan Malik as-Saleh.9 


Kesimpulan
Tidak adanya bukti peninggalan sejarah seperti pemakaman, bangunan gereja, dan lain sebagainya, justru hal tersebut telah mengabaikan klaim Kristen selama ini, di mana keberadaan Gereja Nestorian di Barus sebenarnya tidak pernah ada, dan jika Kristen masih bersikukuh atas klaimnya mereka tersebut, maka sudah seharusnya mereka menyebutkan atau memberikan bukti arkeologis yang bisa menguatkan dan membuktikan klaim mereka selama ini. Justru fakta sejarah yang ada malah membuktikan bahwa pihak yang pertama kali datang ke Barus adalah umat Islam, di mana keberadaan umat Islam di Barus kuno telah didukung oleh berbagai pendapat para ahli, hadis, dan juga adanya bukti peninggalan sejarah seperti halnya batu nisan. Selain itu, fakta di atas pun telah mematahkan pula klaimnya Thomas van den End yang menyatakan bahwa di pulau Sumatera, agama Islam sudah tersebar sejak abad ke-13 M.10 Jika yang ia maksud adalah Kerajaan Samudra Pasai, maka bisa kita pahami karena memang Samudra Pasai telah berdiri pada abad ke-13 M. Namun, jika ia ingin menggiring opini para pembaca bahwa di pulau Sumatera telah tersebar sejak abad ke-13, padahal pada kenyataannya jauh sebelum abad 13 agama Islam sudah tersebar di Sumatera, sebagaimana yang terjadi di wilayah Barus yang memang termasuk sebagai wilayah dari pulau Sumatera. Maka bisa dikatakan, bahwa van den End telah memberikan informasi yang salah dan menyesatkan kepada para pembaca. 



Catatan Kaki: 
1. Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia, (Bandung: Biji Sesawi, 2014), hal. 104.
2. Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja, Edisi Revisi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hal. 13. 
3. www.historia.id/amp/agama/articles/masuknya-kristen-di-indonesia-PyJpV diakses pada tanggal 11 September 2019.
4. http://www.newadvent.org/cathen/14658b.htm diakses pada tanggal 11 September 2019.
5. Rusmin Tumanggor, Gerbang Agama-Agama Nusantara (Hindu, Yahudi, Ru-Konghucu, Islam dan Nasrani): Kajian Antropologi Agama dan Kesehatan Di Barus, (Depok: Komunitas Bambu, 2017), Hal. 114.
6. Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 1: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri Dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, (Bandung: Surya Dinasti, 2015), hal. 160. 
7. Ibid., hal. 108.
8. Ibid., hal 106. 
9. Rusmin Tumanggor, op.cit., hal, 113-114. 
10. Th. Van den End dan J. Weitjens, Ragi Carita 2: Sejarah Gereja Di Indonesia Tahun 1860-an – Sekarang, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), hal. 181. 

Comments

  1. Setiap orang berhak memberikan asumsinya.
    Hanya saja, asumsi itu jangan sampai menyesatkan.

    Tapi memang benar apa yang dikatakan oleh orang, bahwa sejarah hanya dimiliki oleh yang berkuasa.

    Kelihatannya penulis, mendasari asumsinya atas jejak Islam di Barus, hanya karena melihat Makam yang ada di Barus, dengan budaya Arab (Timur Tengah).
    Hanya dengan melihat budaya Arab, langsung disimpulkan bahwa itu adalah Islam.
    Pemikiran seperti itu sangat sangat menyesatkan.
    Perlu penulis sadari bahwa :
    1. Pada umumnya masyarakat Timur Tengah menggunakan Bahasa Arab.
    2. Bahasa Arab asalah bahasa Budaya yang digunakan sebagai alat komunikasi oleh seluruh warga, tanpa melihat latar belakang agama.
    3. Demikian juga atas Penggunaan Istilah-istilah budaya, penggunaannya sama untuk seluruh warga.
    Jadi jika penulis melihat tulisan Syekh dalam makam tetsebut, jangan langsung dikonotasikan sebagai beragama Islam. Itu namanya penyesatan.
    Syekh dalam bahasa Arab diartikan sebagai Pemimpin atau Bapa. Jadi pemimpin komunitas Nestorian juga disebut sebagai Syekh. Karena komunitas Nestorian Barus tersebut asalnya dari Timur Tengah yang memang sangat dipengaruhi Bahasa Arab.

    Hal yang perlu anda pahami, Sa'idah Al-Batriq dalam bukunya NAZM AL-SAWHAR, telah menuliskan bahwa pada abad ke-7 (Tahun 645), Komunitad Nestorian telah ada di Barus.

    Sebagai komunitas tentu mereka memiliki Bahasa asal (Arab).
    Pertanyaannya, apakah mereka memiliki pemimpin? Dan apa sebutan pemimpin mereka dalam bahasa mereka? Tentu Syekh, bukan?

    Pertanyaan kedua, apakah pemimpin komunitas tersebut hidup abadi? Ataukah mereka dapat meninggal juga?
    Apakah warga komunitas Nestorian.tersebut juga dapat meninggal? Tentu dapat bukan?
    Jadi adanya pemakaman yang berbudaya Arab di Barus, jangan langsung dikonotasikan sebagai pemakaman Islam, tanpa melihat dan memahami sejarah dan keberadaan penduduk Barus.

    Berdasarkan sosial budaya dan sejarah permukiman di Barus, dapat disimpulkan bahwa pemakaman tersebut adalah pemakaman kaum Nestorian. Bukan Islam.
    Tidak mungkinlah ada pemukiman, tanpa ada komunitasnya.

    ReplyDelete
  2. Betul sekali. Bahkan orang Arab sudah Kristen sejak abad pertama Masehi.

    ReplyDelete
  3. saya setuju penulis ini seolah2 main bukti arkeolog.....mbok ngaca katannya Ka'bah didirikan Ibrahim ada bukti prasasti nggak.....

    ReplyDelete
  4. Terima kasih semuanya sudah memberikan sejarah tentang Kekristenan Nestorian di Barus

    ReplyDelete

Post a Comment