Sang Misionaris Menggugat Otentisitas Injil Markus

Oleh: Sang Misionaris

Pendahuluan
    Adanya permasalahan pada bagian ayat terakhir di Injil Markus 16:9-20, secara eksplisit, tentunya hal itu telah membuktikan bahwa keyakinan Kristen selama ini tentang Injil, khususnya Injil Markus, dinilai memiliki wibawa atau jauh dari kesalahan, telah terpatahkan dengan sendirinya, dan serapat-rapatnya Kristen berupaya menutupi masalah ini, tetap saja lama-kelamaan akan tercium pula oleh pihak non-Kristen, seperti kaum Muslimin khususnya. Pada artikel sebelumnya, tentang adanya permasalahan ayat tambahan dalam Injil Markus 16:9-20, telah disinggung oleh penulis. Namun demikian, penulis ingin kembali membahasnya secara panjang lebar karena merasa bahwa apa yang telah disampaikan sebelumnya terlalu sederhana. Permasalahan tentang ayat terakhir dalam Markus 16:9-20, yang masih menjadi polemik di internal Kristen tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Justru dari adanya permasalahan ini, keotentikan Alkitab, khususnya keotentikan Injil Markus, sedang dipertanyakan kredibilitas dan reliabilitasnya sebagai Firman Tuhan.
Sumber Internal Biblika
    Selain jati diri Markus yang dinisbatkan kepada kepengarangan Injil Menurut Markus masih menjadi polemik, tentang tempat dan waktu kepenulisannya pun hingga kini masih menjadi polemik di kalangan para sarjana Kristen,1 termasuk pula tentang ayat-ayat mana saja yang menjadi penutup dalam Injil Markus. Meskipun secara sepihak, Kristiani telah mengklaim bahwa Injil Markus merupakan salah satu Injil yang masih berwibawa, dan jauh dari adanya kesalahan dikarenakan adanya peran Roh Kudus dalam kepenulisannya, sembari mengabaikan ayat penutup dalam Injil Markus.
    Dalam membuktikan adanya keganjilan yang terdapat pada bagian akhir Injil Markus, Hasan Susanto telah memberikan penjelasan yang sangat lugas, sebelum akhirnya, ia pun memberikan suatu kesimpulan atas salinan-salinan yang telah dikelompokkan menjadi enam kelompok. Adapun enam kelompok tersebut ialah:2
  1. Dua salinan Perjanjian Baru (PB) bahasa Yunani tertua, ‘, B, kemudian 304, salinan Siria Sinaitik, sekitar seratus salinan Armenian (Asia Kecil) dan dua salinan Georgia (Laut Mati) yang paling tua hanya menyalin sampai Injil Markus 16:8, persisnya berhenti pada kata-kata, “karena mereka merasa takut” (karena takut, TB).
  2. Salinan Latin Kuno (itk) mencantumkan kata-kata setelah Markus 16:8 sebagai berikut, “Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan teman-temannya. Sesudah itu Yesus sendiri dengan perantaraan murid-murid-Nya memberitakan dari Timur ke Barat berita yang kudus dan tak terbinasakan tentang keselamatan yang kekal itu.” Hasil salinan ini dinamakan bagian akhir yang singkat dalam Injil Markus.
  3. Dalam salinan A, C, D, H, K, M, S, U, X, Y, Γ, Δ, Θ, Π, Σ, Φ, Ω, 047, 055, 0211, ƒ13, 28, 33, 274, dan masih banyak yang lain, terdapat Markus 16:9-20. Hasil salinan ini dinamakan bagian akhir yang panjang dalam Injil Markus.
  4. Salinan W menambahkan kata-kata di ayat bagian 14 bagian akhir yang panjang dalam Injil Markus yang berbunyi, “Dan mereka mencari alasan bagi diri mereka, berkata: ‘Zaman yang tanpa hukum dan tidak percaya ini berada di bawah setan, yang tidak mengingini kebenaran dan kuasa Allah menang atas hal-hal yang tidak suci yang berasal dari roh-roh itu. Maka tunjukanlah sekarang juga keadilan-Mu’-demikianlah mereka berkata kepada Kristus. Dan Kristus menjawab mereka: ‘Masa bagi kuasa setan telah habis, tetapi hal-hal lain yang mengerikan makin dekat. Dan mereka yang berdosa, saya menyerahkannya kepada kematian, supaya mereka boleh kembali kepada kebenaran dan tidak berdosa lagi; sehingga mereka dapat mewarisi kemuliaan rohani dan yang tak terbinasakan dari keadilan, yang terdapat di surga.’”
  5. Salinan-salinan ƒ1, 137, 138, 1110, 1210, 1215, 1216, 1217, 1221, 1241vid, 1582 menyalin Injil Markus 16:9-20 disertai dengan tanda baca yang menunjukkan kecurigaan.
  6. Empat salinan Yunani unsial masing-masing dari abad ke-7, 8, 9 (L, Ψ, 099, 0112), juga salinan Latin Kuno, k, tepi halaman Siria Harclean, beberapa salinan Sahidic, Bohairic, tidak sedikit salinan Etiopia menyalin kata-kata bagian akhir yang singkat kemudian dilanjutkan dengan ayat 9-20.
Setelah Hasan Susanto mengelompokkan salinan-salinan atas Markus 16:9-20, ia memberikan komentarnya sebagai berikut, “Salinan kelompok ke-4 boleh dikesampingkan karena merupakan tambahan pada bagian akhir yang panjang. Dukungan salinan kelompok ini juga tidak kuat. Dukungan salinan kelompok ke-2 juga tidak kuat. Salinan kelompok ke-5 menunjukkan keraguan atas akhir yang panjang dalam salinan Injil Markus. Salinan kelompok ke-6 merupakan gabungan kelompok 2 dan 3. Kini, hanya tertinggal dua kelompok, yaitu kelompok ke-1 dan ke-3 yang perlu diselidiki lebih lanjut.” Ia pun menambahkan, “Salinan yang mencantumkan Markus 16:9-20 bermutu, dan penambahan kedua belas ayat ini dilakukan pada masa yang cukup awal. Tetapi rupanya, salinan yang berhenti pada Markus 16:8, persisinya pada kata-kata “karena mereka merasa takut”, lebih dekat dengan naskah asli. Karena kata-kata yang tercatat di Markus 16:9-20 tidak ditemukan pada bagian lain dalam Kitab Injil ini. Bahkan ada beberapa kata tidak dapat ditemukan dalam PB. Konstruksi sintaksis bagian ini terasa ganjil, dan hubungan antara ayat 8 dan 9 juga tidak halus. Ini menunjukkan bagian ini tidak termasuk dalam Injil Markus, walaupun bukan tidak mungkin Markus menulis ulang apa yang ia peroleh dari sumber lain. Akhir ayat 8 memang agak aneh, apalagi diakhiri dengan kata γαρ. Sangat mungkin masih ada kata-kata lain setelah kata ini…”  
    Dari adanya pengelompokkan atas variasi naskah yang telah dibuat oleh Susanto di atas, justru hal itu telah mengimplikasikan bahwa melimpahnya salinan-salinan dari Injil Markus 16:9-20 telah menghasilkan permasalahan yang sangat serius dalam Kekristenan. Meskipun dengan melimpahnya salinan-salinan yang ada telah menjadi suatu kebanggaan tersendiri dalam Kristianitas, namun dengan melihat banyaknya salinan yang ada, bahkan terdapat perbedaan antara satu salinan dengan salinan lainnya, hal itu sebenarnya telah menggugat otentisitas Alkitab itu sendiri, khususnya Injil Markus. Fakta sejarah telah membuktikan bahwa dokumen PB tidaklah berjumlah ratusan, melainkan berjumlah lebih dari 24.000 naskah, dan 5.000 naskah dalam bahasa Yunani.3 Dari naskah sebanyak itu, lalu dengan metode apa yang sesungguhnya digunakan oleh para ahli dalam mengkompromikannya? Tidak ada metode lain yang bisa digunakan, selain metode eklektik.4  
    Ketika suatu salinan yang ada melimpah, namun memiliki perbedaan antara satu sama lain, para ahli telah mengelompokkan variasinya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Hasan Susanto di atas. Namun, jauh sebelum Hasan Susanto mengelompokkannya, para ahli lainnya, seperti Bruce Chilton, misalnya, telah melakukan hal tersebut lebih dulu. Bruce Chilton berkomentar: “Kritik tentang teks tidak bisa dilakukan dengan menghitung-hitung jumlah naskah untuk melihat versi mana yang paling banyak dilaporkan. Kebanyakan naskah yang ada pada kita disalin pada Abad Pertengahan dari naskh-naskah terdahulu. Jika suatu versi adalah hasil dari kesalahan yang dibuat dalam proses penyalinan, maka pengulangannya tetap tidak membuat kesalahan itu dapat diterima. Sebab itu, pengkritik teks biasanya menyelidiki kelompok-kelompok naskah. Suatu kelompok teks, terbentuk apabila sejumlah naskah dalam banyak hal menyajikan variasi yang sama. Kalau terbukti satu kelompok menggunakan satu variasi, maka variasi ini dapat dianggap paling besar kemungkinannya sebagai yang tepat dan bukan versi yang mungkin salah dibuat oleh seorang juru tulis dan dipindahkan ke naskah-naskah berikut. Kesaksian tentang salah satu variasi oleh suatu kelompok ditimbang lebih berat dalam kritik mengenai teks dibandingkan dengan sejumlah kesaksian dalam kelompok itu sendiri. Bagaimana pun juga, makin belakangan sesuatu naskah dibuat, makin besar kemungkinan bahwa naskah ini masih ada hingga sekarang.”5    
    Injil Markus 9-20, banyak yang meyakini bahwa ayat tersebut tidaklah asli alias palsu, selain adanya kecurigaan tekstual, adanya gaya bahasa Yunani dalam ayat-ayat tersebut berbeda dengan bagian lain dari Injil Matius, dan bukti tersebut dianggap cukup untuk meragukan otentisitas dari ayat 9-20. Adapun alasan lain tentang ketidakaslian dari ayat terebut ialah adanya Maria Magdalena yang telah disebut sebagai orang yang “dari padanya Yesus pernah mengusir tujuh setan,” sementara ia telah disebutkan pada 16:1. Selain itu, materi dari 16:9-16 berasal dari ketiga Injil yang lainnya, karena tidak ada penampakan kebangkitan di bagian ini yang tidak terkait dengan Injil-injil lain. Artinya, bahwa bagian akhir Injil Markus merupakan suatu kompilasi yang berbeda dari bagian lain Injil Markus.6 Dari adanya bukti-bukti tersebut, Willi Marxsen sampai kepada kesimpulan bahwa, “Sejauh menyangkut 16:8 ketiga teks ini, semuanya sepakat; sebagian naskah berhenti pada titik ini, sebuah kelompok naskah kecil menambahkan sebuah catatan tambahan yang singkat, dan sebuah kelompok naskah yang lebih besar memberikan 12 ayat setelah 16:8. Para sarjana sepakat bahwa penutup yang lebih pendek dan lebih panjang itu merupakan tambahan sekunder yang berusaha membawa Markus supaya sejajar dengan tradisi-tradisi Injil yang lainnya.”7
    Selain karena adanya perbedaan tekstual dalam naskah salinan, ditambah adanya komentar negatif dari para sarjana tentang ayat terakhir dalam Injil Markus, kondisi tersebut semakin memperparah ketika beberapa versi Alkitab membuat catatan kaki atau bahkan menghilangkannya sama sekali dalam Alkitab. Misalnya The Holy Bible New International Version, di bawah pasal 16 ayat 8 terdapat garis tegas yang memisahkannya dari ayat berikutnya (16:9-20). Di bawah garis tersebut terdapat peringatan yang berbunyi: “Dua manuskrip yang paling tua (codex Sinaiticus dan codex Vaticanus) tidak memiliki Markus 16:9-20.” Sedangkan Revised Standard Version tahun 1955, telah membuang 12 ayat (16:9-20) dan meletakkannya menjadi foot note (catatan kaki) bagi ayat 8. Bahkan Jay E. Adams, dalam The Christian Counselor’s New Testament, telah membuang habis 12 ayat tersebut. Setelah ayat 8, ia hanya memberikan nomor 9-20 dengan tanda footnote 1 yang berbunyi: “Ayat-ayat ini (16:9-20) tidak ada pada manuskrip-manuskrip terbaik. Penutup lebih pendek seperti ini (hanya berakhir pada 16:8) bisa ditemukan pada beberapa versi lainnya.”8
    Tidak hanya dalam versi Alkitab, para penafsir pun ikut pula memberikan pandangan negatifnya terhadap Markus 16:9-20. Misalnya, Donald W. Burdick.9 Sebelum ia memberikan penafsirannya terhadap ayat 9-20, Donald terlebih dahulu memberikan komentarnya sebagai berikut: “Dua naskah yang paling dapat dipercaya dari Perjanjian Baru Yunani (Vatikanus dan Sinaiticus) mengakhiri Injil Markus ini dengan ayat 16:8, sebagaimana naskah kuno lainnya. Baik Eusebius maupun Jerome menyatakan bahwa bagian akhir ini tidak ada daftar sebagian besar naskah yang ada pada zaman mereka. Di samping itu, beberapa naskah dan versi menyajikan pengganti yang lebih pendek untuk 16:9-20. Pasti lebih banyak naskah yang memiliki akhir yang lebih panjang ini, tetapi banyak di antaranya yang berasal dari tanggal yang belakangan yang bermutu rendah. Dengan mempergunakan patokan evaluasi teks yang diakui akhir yang lebih panjang dan lebih pendek harus ditolak, dan keputusan ini dianut hampir semua sarjana tentang teks. Lenski merupakan salah satu dari sedikit penafsir yang mengusulkan akhir yang lebih panjang ini (Interpretation of Mark, hlm. 750-755). Di samping itu, suatu penelitian terhadap ayat 9-20 tidak dapat tidak memberikan kesan kepada penelaah yang cermat bahwa ayat-ayat ini gayanya sangat berbeda dengan Injil lainnya. Mungkin penjelasan yang paling dapat diterima ialah bahwa akhir dari naskah asli Injil ini telah robek dan hilang sebelum dapat disalin. Mungkin orang lain berusaha untuk menambahkan akhir pengganti, dan yang paling berhasil ialah yang sekarang terdapat dalam 16:9-20.”
    Sama halnya dengan Donald W. Burdick, penafsir lainnya, yakni Alan Cole, memberikan pula pandangannya tentang ayat 9-20, yang secara substansial, memiliki pandangan yang sama dengan Donald, menurutnya, “Seperti yang sudah disebutkan pada bagian pendahuluan, gereja perdana menghadapi pertanyaan yang sama dengan kita tentang mengapa Markus berhenti begitu tiba-tiba, apalagi Kitab-kitab Injil lainnya memberikan cerita yang begitu lengkap perihal penampakan diri Yesus sesudah kebangkitan-Nya. Seperti 16:20 hasil dari dua usaha untuk melengkapi cerita itu (9-18, dan 19-20), Semua ini sebagian besar terdiri atas rincian yang diambil dari Kitab-kitab Injil lainnya, atau Kisah Para Rasul, dengan sedikit tambahan dari tradisi gereja perdana. Ini semua tidak dapat disebut sebagai bagian dari Kitab Suci (seperti Injil ini), tetapi semuanya itu adalah usaha yang jujur untuk melengkapi kisah tentang Yesus….”10   
    Kembali kepada pembahasan tentang banyaknya salinan-salinan yang telah dikelompokkan oleh Hasan Susanto di atas, suatu hal yang beralasan dan juga logis, jika pada akhirnya ia memfokuskan dirinya pada kelompok 1 dan 3, karena kedua kelompok tersebut bisa dibilang memiliki tahun produksi yang cukup berdekatan antara satu naskah dengan naskah lainnya. Misalnya, salinan yang tidak memiliki ayat 9-20 adalah Codex Sinaiticus (‘) diyakini telah diproduksi sekitar tahun 340, dan Vaticanus (B) pada tahun 325-350, sedangkan salinan yang memiliki ayat 9-20, misalnya, Codex Epharaemi Rescriptus (C) yang disalin pada tahun 345, dan Codex Bezae (D) disalin pada tahun 450 atau 550.11 Terkait tentang Codex Epharaemi Rescriptus (C), Duyverman berbeda pendapat dengan Hasan Susanto tentang kapan codex tersebut mulai diproduksi, menurutnya, codex tersebut di produksi sekitar abad ke-5,12 sedangkan Hasan Susanto meyakini bahwa codex tersebut diproduksi pada abad ke-4 M. Dan, ketika kita ikut mencermati tahun diproduksinya salinan tersebut, tentunya pandangan para sarjana Kristen yang telah menolak bahwa ayat 9-20 bukanlah bagian dari Injil Markus, ataupun mengatakan bahwa ayat 9-20 dalam Injil Markus adalah ayat palsu, sesungguhnya alasan mereka pun sangat memadai dan juga logis. Justru suatu hal yang tidak logis, bahkan bisa dinilai sebagai bentuk pemaksaan diri dalam berargumen ketika ada sebagian pihak Kristen yang masih bersikukuh bahwa ayat 9-20 merupakan bagian dari Injil Markus, dengan mengandalkan banyaknya salinan, sambil mengabaikan salinan mana yang paling tua di antara kelompok 1 dan 3.     

Sumber Eksternal Biblika
    Sama halnya dengan data internal Biblikal, data eksternal yaitu tradisi yang digunakan oleh Bapa Gereja, mengalami kondisi yang sama, yaitu adanya polemik. Karena di masa itu, terdapat pula perbedaan pandangan antara Bapa Gereja tentang ayat mana yang memang menjadi ayat penutup dari Injil Markus itu, apakah ayat 8 ataukah ayat 9-20.
    Sama halnya dengan mayoritas Protestan, Katolik pun mendukung pula suatu argumen bahwa ayat penutup Injil Markus itu adalah ayat 9-20. Dalam membuktikan argumentasinya tersebut, Katolik, misalnya, menisbatkan nama-nama Bapa Gereja dalam menunjukkan bahwa ayat tersebut berwibawa, menurut Katolik, mereka telah mengakui ataupun menggunakan ayat 9-20 dalam Injil Markus, seperti: Papias, Epistula Apostolorum, Yustinus Martir, Tatian, Irenaeus, Tertullian, dan lain-lain.13 Argumentasi seperti itu, tentunya tidak memadai karena hanya didasari oleh kuantitatif semata, terlebih mereka pun bukanlah sebagai seorang saksi mata, dan tidak pula termasuk sebagai sumber primer.14 Jika ayat 9-20 dalam Injil Markus dinilai memiliki validitas dan otoritatif karena didasari oleh kuantitatif, tentunya tulisan-tulisan lain dalam PB yang saat ini dinilai berwibawa oleh Kristen, seharusnya dianggap tidak otoritatif, karena pada kenyataannya, banyak dari Bapa-bapa Gereja lainnya yang telah menolak beberapa tulisan dalam PB. Misalnya, Kanon Muratori, Irenaeus, Origen, dan Eusebius, mereka semua menolak tulisan 3 Yohanes, Yakobus, dan Yudas.15 Bahkan Tertullian sendiri,16 tidak mengkomentari sama sekali kitab Yakobus, 2 Petrus, dan 2-3 Yohanes. Akan tetapi, apakah tulisan-tulisan tersebut pada akhirnya ditolak oleh Kristen? Sejak awal, baik Kitab-kitab Injil maupun surat-surat yang terdapat dalam PB, tidaklah dianggap sebagai Kitab Suci, hanya Perjanjian Lama saja yang diyakini sebagai Kitab Suci oleh gereja,17 jadi suatu hal yang lumrah terjadi jika pada akhirnya Bapa-bapa Gereja saling bertolak-belakang dalam menetapkan kitab kanonnya sendiri.  
    James Tabor, mengutip pernyataan Bruce Metzger, bahwa Klemens dari Alexandria dan Origen tidak menunjukkan pengetahuannya tentang keberadaan ayat-ayat ini (Markus 16:9-20); lebih jauh lagi Eusebius dan Jerome telah membuktikan bahwa bagian dari Markus tersebut tidak ada hampir di semua salinan Yunani yang diketahui oleh mereka.18 Sejak awal, Kristen memang tidak memiliki naskah aslinya, selain hanya mendapati salinan-salinan yang tidak diketahui siapa pemiliknya itu, dan adanya perbedaan isi dari salinan ataupun tidak diketahui siapa penulisnya, kondisi demikian bukanlah sesuatu hal yang aneh, karena di masa itu, telah beredar berbagai tulisan yang tidak diketahui siapa pengarangnya, dan fakta sejarah tersebut terbukti ada pada masa abad ke-2 M,19 termasuk pula Injil Markus. Sedangkan sifat penerjemahan itu sendiri, pada dasarnya tidak pernah benar-benar secara harfiah, disebabkan tidak pernah ada padanan yang pas antara satu bahasa dengan bahasa lainnya, maka usaha dalam memberikan terjemahan yang tepat menurut kata demi kata, justru telah berdampak pada suatu salinan yang memberikan hasil yang tidak bisa dimengerti.20 Hal tersebut terjadi, karena Kristen tidak memiliki transkrip dari kata-kata yang persis diucapkan oleh Yesus, yang dimiliki sekarang, hanyalah kitab-kitab Injil dari para Penginjil yang aslinya ditulis dalam bahasa Yunani dan kini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa modern.21   
    Dalam mengkompromikan permasalahan di atas, biasanya sarjana Kristen akan mengusulkan bahwa bagian ayat terakhir pada Markus 16:9-20 itu telah dihapus, dengan alasan bahwa ayat-ayat tersebut mengandung pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan pandangan yang muncul di kemudian hari, dan argumen tersebut, dipegang oleh Bultmann. Namun argumen Bultmann tersebut langsung dibantah oleh Willi Marxsen, menurutnya, argumen Bultmann kurang meyakinkan karena pandangan Bultmann tersebut dinilai oleh Willi sebagai pandangan yang tidak hanya membuat dalil akan suatu penutup yang sama sekali tidak diketahui, tetapi juga bertindak lebih jauh dalam menentukan isi bagian penutup ini untuk menjelaskan mengapa penutup itu kini lenyap. Oleh karena itu, Willi menganggap bahwa hipotesis Bultmann dinilainya sebagai suatu hal yang tidak mungkin, dan sebagai solusinya, ia mengangkat hipotesis bahwa penutup dari bagian ayat terakhir Injil Markus, dinilainya telah telah mengalami kerusakan.22 Lebih dari itu, Donald Guthrie memberikan argumentasi lain dalam usahanya mengkompromikan permasalahan ayat terakhir dalam Markus, misalnya, bahwa sesuatu terjadi pada Markus di titik ini, sehingga Markus tidak menyelesaikan tugasnya, menurutnya, dugaan ini bukannya tidak mungkin, tetapi dapat dikonfirmasikan. Selain itu, ia pun memberikan dugaan lain, bahwa Markus sebenarnya mau menulis volume lanjutan seperti Kisah Para Rasul sehingga mengakhiri dengan ayat 8. Dalam kebingungannya tersebut, ia menambahkan, jika kita tidak menerima bahwa Markus mau mengakhiri Injilnya dengan 16:8, maka satu-satunya kemungkinan yang dimiliki adalah kita tidak tahu akhir seperti apa yang ia pikirkan.23

Kesimpulan
    Hingga saat ini, adanya polemik tentang bagian ayat terakhir dalam Injil Markus masih saja terus terjadi di kalangan Kristen, dan banyak usaha yang telah dilakukan oleh para teolog Kristen dalam mengkompromikan permasalahan tersebut, meskipun upaya yang mereka lakukan masih bersifat spekulatif. Dengan demikian, dimanakah otoritas Roh Kudus yang diyakini Kristen selama ini bahwa ia telah memberikan ilham kepada para penulis dan juga penyalinnya, dan kepada pihak manakah, Roh Kudus akan berpihak atas adanya kontroversi ayat-ayat terakhir dalam Injil Markus?

Catatan Kaki:
1. Bukti tentang adanya polemik tersebut telah dibahas secara sederhana oleh Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, dan Pokok-Pokok Teologisnya, (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), hlm. 269.
2. Hasan Susanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, ed. rev., (Malang: Literatur SAAT, 2007), hlm. 260-262.   
3. Kalis Stevanus, Apologetik: Benarkah Yesus Itu Tuhan? (Yogyakarta: Andi, 2016), hlm. 123.
4. Untuk membaca apa itu metode eklektik, silahkan untuk membacanya pada www.skypoint.com/members/waltzmn/Eclecticism.html yang di akses pada tanggal 23 November 2018.  
5. Bruce Chilton, Studi Perjanjian Baru Bagi Pemula, terj. Conny Corputty-Item, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), hlm. 121-122.
6. Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru volume 1, terj. Hendry Ongkowidjojo, (Surabaya: Momentum: 2012), hlm. 70.
7. Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-Masalahnya, terj. Stephen Suleeman, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hlm. 167.
8. Masyud SM, Dialog Santri-Pendeta, (Surabaya: Pustaka Da’i, 2008), hlm. 188.  
9. Donald W. Burdick, Tafsiran Alkitab Wycliffe: Vol. 3 Matius-Wahyu, dalam Injil Menurut Markus, Editor: Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison. (Malang: Gandum Mas, 2013), hlm. 268-269.
10. Alan Cole, Tafsiran Alkitab Abad Ke-21: Jilid 3 Injil Matius-Wahyu, dalam Markus, ter. Sutarno, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2017), hlm. 141.
11. Hasan Susanto, op.cit., hlm. 250.
12. M.E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hlm. 20.
14. Untuk mengetahui perbedaan sumber primer dan sekunder, silahkan untuk membaca karya Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), hlm. 75.
15. Benyamin Hakh, op.cit., hlm. 391-393.
16. Robert M. Grant dan David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, terj. Agustinus Maleakhi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hlm. 193.
17. Ibid.,hlm. 44.  
19. Salah satu sumber yang bisa digunakan untuk mengetahui berbagai tulisan tersebut, silahkan untuk merujuk kepada karyanya Deshi Ramadhani, Menguak Injil-Injil Rahasia, (Yogyakarta: Kanisius, 2011).
20. Bruce Chilton, op.cit., hlm. 103.
21. William W. Klein, Craig L. Blomberg, Robert L. Hubbard, Jr., Introduction to Biblical Interpretation: Pengantar Tafsiran Alkitab, terj. Timotius Lo, (Malang: Literatur Saat, 2016), hlm. 18.
22. Willi Marxsen, op.cit., hlm. 168.
23. Donald Guthrie, op.cit., hlm. 71. 

Comments