Berbagai Versi Pengakuan Iman Rasuli

Oleh: Sang Misionaris


Pendahuluan
    Sejarah lahirnya Pengakuan Iman Rasuli, tidaklah terlepas dari adanya legenda yang telah beredar di kalangan Kristen selama 11 abad lamanya, di samping karena adanya permasalahan teologis yang memicu lahirnya pembentukan dan perevisian terhadap pengakuan iman. Tujuan Pengakuan Iman Rasuli, tentu saja berdasarkan dogma Kristen selama ini, di mana teks Pengakuan Iman Rasuli, awalnya hanya mengacu pada satu ayat yang terdapat dalam Perjanjian Baru yang pada akhirnya mengalami perkembangan dan permasalahan di dalamnya. Adanya berbagai versi dalam Pengakuan Iman Rasuli, khususnya Pengakuan Iman Rasuli versi Katolik, memiliki perbedaan yang signifikan dengan Pengakuan Iman Rasuli versi Protestan, di mana perbedaan Pengakuan Iman Rasuli yang terdapat dalam Protestaan telah dimotori oleh Luther. Pengakuan Iman Rasuli menurut Katolik hanya menitikberatkan pada nama Katolik, sedangkan dalam Pengakuan Iman Rasuli menurut Protestan telah dihilangkannya frasa Katolik dan menempatkan frasa “am” di dalam pengakuannya.  

Sejarah Lahirnya Pengakuan Iman Rasuli
    Sebelum kita membahas lebih jauh tentang sejarah Pengakuan Iman Rasuli dan juga permasalahan di dalamnya, sebaiknya kita mengamati terlebih dahulu pernyataan yang telah diungkapkan oleh seorang dosen di Bethesda International Seminary, Malang, yakni Jonar T.H. Situmorang, bahwa menurutnya, dasar keimanan Kristen adalah pengakuan Yesus adalah Tuhan (1 Korintus 12:3). Pengakuan pendek tersebut, menurut Jonar, mengalami penambahan dengan keterangan-keterangan lain tentang Kristus, seperti yang terdapat dalam Roma 1:3-4 dan Filipi 2:5-11. Jonar kembali menjelaskan, bahwa pengakuan iman ini dalam perkembangannya ditambahkan mengenai keselamatan dan Matius 16:15-19 merupakan standar pengakuan iman yang diakui oleh gereja-gereja, yang menurutnya, bahwa pengakuan iman tersebut telah ditetapkan oleh Yesus Kristus sendiri. Dalam membenarkan argumentasinya tersebut, Jonar mengklaim bahwa tujuan Pengakuan Iman Rasuli memiliki 7 kebenaran dasar, yaitu:
1. Yesus adalah Anak Allah, menyatakan sifat ilahi Yesus Kristus.
2. Yesus adalah yang diurapi, menegaskan bahwa dia adalah Kristus, termasuk pekerjaan penebusan dan dia adalah Tuhan yang esa.
3. Sesuai dengan wahyu Roh Kudus yang dinyatakan Allah, bukan pikiran manusia.
4. Diproklamirkan dan diakui oleh rasul-rasul.
5. Dasar gereja dan menjadi senjata untuk melawan bidat.
6. Sebagai bukti bahwa seseorang sudah diselamatkan, sebagai jalan dan kunci untuk memasuki surga.
7. Pokok untuk membedakan orang Kristen dan bukan Kristen.
Setelah ia menjelaskan sebagaimana halnya di atas, ia mengakui bahwa Pengakuan Iman Kristen tersebut masih perlu untuk dikarang atau ditulis oleh manusia dikarenakan adanya permasalahan-permasalahan yang tidak dapat dihindari oleh adanya kekurangan-kekurangan dan batasan-batasan yang terdapat dalam pikiran manusia.1
    Dari adanya pemaparan Jonar di atas, maka kita bisa mengetahui bahwa Pengakuan Iman Rasuli telah sejak awal diklaim sebagai hasil dari ketetapan yang dilakukan oleh Yesus, namun nyatanya, pengakuan iman yang sebelumnya telah ditetapkan tersebut harus mengalami perubahan di kemudian hari. Penulis menilai, justru dengan adanya perubahan yang dilakukan tersebut mengimplikasikan bahwa Pengakuan Iman Rasuli tidaklah benar-benar ditetapkan oleh Yesus, jika Yesus memang benar-benar telah menetapkan pengakuan iman tersebut, namun di sisi lain, orang-orang Kristen melakukan perubahan terhadap Pengakuan Iman Rasuli, maka bisa dikatakan bahwa mereka telah menentang dan melakukan perubahan terhadap ketetapan yang telah dilakukan oleh Yesus. Namun jika Kristen beralasan, bahwa pengakuan iman yang telah ditetapkan semula mengalami permasalahan di kemudian hari dikarenakan masih didapatinya banyak kekurangan yang pada akhirnya harus dirubah, maka bisa dikatakan bahwa penetapan Pengakuan Iman Rasuli yang sejak awal diklaim sebagai hasil dari ketetapan Yesus telah mengisyaratkan bahwa Yesus bukanlah Tuhan, karena jika Yesus adalah Tuhan, sebagaimana keyakinan Kristen selama ini, maka sudah barang tentu ia akan mengetahui bahwa segala ketetapan yang dibuatnya akan bisa diterapkan pada setiap zaman.  
    Adanya bukti bahwa Pengakuan Iman Rasuli mula-mula telah direvisi, hal tersebut telah diungkapkan secara panjang lebar oleh seorang dosen di STT Jakarta dalam bidang Bahasa Yunani, Hermeneutika, Teologi Perjanjian Baru, dan Teologi Biblika, orang tersebut yang dimaksud adalah Bambang Subandrijo. Menurutnya, bahwa Pengakuan Iman Rasuli (Symbolum Apostolorum) berkembang antara abad ke-2 hingga 9 M dan memiliki beberapa variasi, yang di dalam gereja-gereja Romawi pengakuan iman tersebut mula-mula digunakan sebagai ringkasan ajaran Kristen untuk para calon penerima tanda baptis. Karena itu, menurutnya, Pengakuan Iman Rasuli dikenal pula sebagai Pengakuan Iman Romawi, yang semula dimaksudkan sebagai bentuk pengakuan iman pada saat baptisan. Dalam membuktikan argumentasinya tersebut, lebih lanjut Bambang menjelaskan, bahwa dalam versi Hippolytus, yang ditulis menjelang akhir masa pemerintahan Paus Zephyrinus (tahun 198-217 M), pengakuan iman telah disajikan dalam bentuk tanya-jawab. Para calon penerima tanda baptis harus menjawab setiap pertanyaan secara tegas dalam bentuk pengakuan, yaitu percaya. Pengakuan iman ini berasal dari Gereja Barat mula-mula dan rupanya lebih tepat disebut sebagai ringkasan ajaran para rasul ketimbang dianggap berasal dari mereka. Bambang kembali menandaskan, bahwa bentuk pengakuan iman yang sekarang ini merupakan hasil revisi bertahap atas pengakuan iman yang disebut sebagai Pengakuan Iman Romawi Kuno dari abad ke-2 M. Pengakuan iman ini dianggap berakar pada pewartaan Perjanjian Baru, karena itu disebut Rasuli. Pada umumnya, Gereja-gereja Reformasi, kecuali kalangan Anabaptis, mengakui otoritasnya. Marthin Luther menganggapnya sebagai salah satu dari tiga serangkai ringkasan iman Kristen, sedangkan Calvin dan Zwingli memasukkannya ke dalam norma-norma doktriner mereka.2
    Adanya pengakuan Bambang Subandrijo di atas, yang menyatakan bahwa Pengakuan Iman Rasuli telah memiliki banyak versi, telah diakui oleh Bernhard Lohse, karena menurutnya, pada abad ke-1 M, tidak ada satu pun formula yang diakui sebagai satu pengakuan iman yang tidak menimbulkan pemahaman yang bersifat ambigu. Demikian juga pada abad ke-2 M, gereja telah memiliki berbagai formula pengakuan iman. Meskipun telah banyak upaya yang dilakukan oleh para sarjana, namun mereka tidak berhasil dalam menetapkan suatu ungkapan yang pasti dari pengakuan iman, sebagaimana yang terdapat dalam tulisan-tulisan Irenaeus dan Tertullianus, di mana keduanya tidaklah memiliki keseragaman dari setiap ungkapan yang terdapat dalam pengakuan iman mereka. Adapun pengakuan-pengakuan iman yang paling tua, ungkap Lohse, yang telah dikanonisasikan oleh pihak gereja adalah Pengakuan Iman Baptisan Romawi, yang pada umumnya disebut sebagai Romanum. Terkait tentang bentuk konfesi mula-mula itu seperti apa, Bernhard Lohse mengutip hasil konfesi yang telah direkonstruksi oleh Hans Lietzmannn, di mana bentuk dari konfesi itu adalah sebagai berikut: “Aku percaya di dalam Allah Bapa, (yang) Mahakuasa. Dan di dalam Yesus Kristus, satu-satunya Anak-Nya diperanakkan, Tuhan kita. Dan di dalam Roh Kudus, gereja yang kudus, kebangkitan daging.”3
    B.K. Kuiper mengungkapkan, Pengakuan Iman Rasuli merupakan sebuah kredo yang dihasilkan dari pergumulan gereja dengan Gnostikisme dan Montanisme. Meski kredo tersebut disebut sebagai Pengakuan Iman Rasuli, namun kredo tersebut, ungkap Kuiper, tidaklah disusun oleh para rasul, melainkan sebuah ringkasan yang berasal dari ajaran-ajaran para rasul.4 Sedangkan menurut Paul Eens, bahwa bentuk Pengakuan Iman Rasuli yang paling tua muncul kira-kira tahun 340 M, yang merupakan sebuah upaya yang dilakukan lebih lanjut untuk meneguhkan doktrin-doktrin yang benar dari Alkitab dan menolak pengajaran yang dianggap sebagai bidat oleh gereja, seperti halnya Marcion, Gnostik dan Dekotik.5
    Dari adanya informasi yang kita dapatkan di atas, maka di sini kita bisa mengetahui tentang adanya alasan Pengakuan Iman Rasuli yang dibuat oleh gereja, di mana pengakuan tersebut dibuat sebagai bentuk reaksi gereja terhadap pihak-pihak yang memiliki pandangan atau keyakinan yang dianggap bidat oleh gereja, di mana keyakinan mereka tersebut pada akhirnya dinyatakan sebagai pihak yang salah, dan di sisi lain, agar gereja pun memiliki bentuk legitimasi bahwa gereja berada di pihak yang benar. Dan berdasarkan hubungan kausal, maka tidak akan ada Pengakuan Iman Rasuli, jika tidak disebabkan karena adanya perseteruan di dalam internal Kristen. Dari adanya kondisi tersebut, justru semakin memperjelas kedudukan Roh Kudus dalam Kekristenan, yang ternyata Roh Kudus tidaklah memberikan sama sekali bimbingan kepada setiap orang Kristen, selain hanya sebagai bentuk pengklaiman semata. Tidak hanya itu, jika kita mencermati perjalanan teologi Kristen yang diwakili oleh Bapa-bapa Gereja, maka kita akan menemukan bahwa orang-orang yang dianggap bidat oleh gereja, pada kenyataannya pemikiran-pemikiran mereka masih digunakan oleh gereja, misalnya Origen, Augustinus, Tertullianus, dan lain-lain. Yang menjadi persoalan sesungguhnya adalah jika gereja merupakan sebuah institusi yang memiliki otoritas dalam menerima dan menolak suatu ajaran, lalu siapakah orang yang memiliki otoritas tertinggi yang telah mengatasnamakan gereja tersebut? Karena jika orang-orang yang berada di dalam gereja memiliki otoritas tentang hal itu, namun mengapa dalam perjalanan sejarah dogma Kekristenan, mereka tidak tampil di panggung sejarah, sebagaimana halnya yang telah dilakukan oleh Origen, Tertullianus, Augustinus, dan lain-lain?
    Tentang siapa orang-orang gereja yang telah menyusun dan menulis Pengakuan Iman Rasuli, Jonathan E. Culver mengungkapkan, bahwa konfesi tersebut tidaklah ditulis oleh para rasul, melainkan ditulis oleh beberapa orang diaken dan uskup, yang penulisan tersebut didasari oleh ajaran-ajaran para rasul pada periode tahun 200-325 M. Menurut Culver, penggunaan konfesi tersebut baru digunakan dalam liturgi Gereja Barat pada tahun 340 M, namun rumusan kata-katanya tidaklah persis dengan Pengakuan Iman Rasuli yang sekarang.6 Lalu, siapakah nama-nama dari diaken dan uskup yang telah menulis konfesi tersebut? Sepanjang yang penulis ketahui, tidak ada satu pun sumber Kristen yang telah mengungkapkan nama-nama mereka, dan sama halnya dengan anggapan Culver, kita hanya bisa menisbahkan bahwa penulis konfesi tersebut adalah pihak gereja, tanpa pernah bisa diketahui siapa jati dirinya tersebut. Tentu saja, dengan tidak adanya kejelasan sumber yang bisa kita dapatkan selama ini, justru hal itu semakin menambah panjang daftar permasalahan atas Pengakuan Iman Rasuli, yang sekaligus menguatkan anggapan penulis, bahwa konfesi tersebut tidaklah bisa dipertanggungjawabkan sama sekali, selain hanya bersifat subjektif belaka.     

Perbedaan Versi Pengakuan Iman Rasuli
    Sebagaimana yang telah disampaikan di atas, bahwa kredo pada masa gereja mula-mula tidaklah memiliki keseragaman, sebagaimana halnya kredo yang telah digunakan oleh Irenaeus dan juga Tertullianus, begitupun kredo yang telah dikanonisasikan oleh gereja memiliki perbedaan dengan keduanya.  Menurut Culver, pengakuan iman tertua telah ditulis oleh Irenaeus dan Tertullianus pada tahun 170-200 M, yang ditulis untuk menanggulangi ajaran dari kaum Ebionit. Sama halnya dengan yang dialami oleh kedua orang tersebut, gereja pun sama-sama menciptakan kredonya sendiri untuk melawan para bidat. Yang menjadi pertanyaannya adalah jika kredo yang terdapat pada masa itu sama-sama memiliki perbedaan dalam format kepenulisan, apakah isi kredo yang telah diciptakan oleh Irenaeus, Augustinus dan Tertullianus bisa dinyatakan salah dan sesat oleh pihak gereja? Jika kredo mereka tidak bisa dikatakan salah dan juga sesat, kenapa gereja baru menciptakan sendiri kredonya? Selain itu, jika kredo yang diciptakan oleh gereja secara resmi baru digunakan dalam liturgi pada tahun 340 M, lalu gereja menggunakan kredo siapa pada masa sebelum tahun 340 M? Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan seperti itu, tentunya semakin menambah permasalahan bagi Kristen, di mana mereka sendiri sulit untuk mengungkapkan dan menjawabnya secara historis.  
    Terkait pertanyaan yang dikemukakan di atas, secara eksplisit, Bernhard Lohse mengakui bahwa pengakuan iman yang sering dikutip dalam karya-karya Irenaeus dan Tertullianus, apakah bisa disebut sebagai aturan iman, tetap masih menjadi persoalan. Jika Kristen beranggapan bahwa aturan iman yang ada memang telah ditetapkan oleh Yesus, di mana aturan tersebut pada akhirnya diteruskan oleh para muridnya, sebagaimana yang dikonsepsikan oleh Tertullianus, justru menurut Bernhard Lohse, hal tersebut telah melahirkan sebuah legenda di kemudian hari mengenai asal-usul Pengakuan Iman Rasuli, di mana Rufinus dari Aquileia telah membahas hal tersebut dalam Penjelasan tentang Pengakuan Imannya, sekitar tahun 404 M. Menurut legenda tersebut, sebagaimana yang diungkapkan oleh Lohse, setelah para rasul menerima karunia berbahasa lidah (glosolalia) pada hari Pentakosta, Tuhan menginstruksikan mereka untuk memberitakan Firman Allah kepada segala bangsa. Tetapi sebelum berangkat, mereka memutuskan untuk menetapkan suatu dasar bersama bagi pemberitaan mereka, sehingga dengan demikian mereka tidak mengajarkan ajaran-ajaran yang berbeda, dan setiap rasul, ungkap Lohse, telah menyumbangkan satu pasal, yang kemudian mereka memutuskan agar pengakuan iman tersebut diteruskan kepada setiap generasi berikutnya.7
    Apa yang diungkapkan oleh Bernhard Lohse di atas, telah diamini oleh Tony Lane, di mana pada abad ke- 4 terdapat kisah tentang adanya Pengakuan Iman Rasuli yang telah ditulis oleh kedua belas rasul yang pada akhirnya menghasilkan dua belas anak kalimat. Menurut Tony Lane, bahwa pembagian yang dilakukan oleh 12 rasul tersebut, mulai dipertanyakan pada abad ke-15 dan pada abad ke-16 yang pada umumnya tidak lagi diterima. Dari adanya pengakuan Tony Lane tersebut, tentunya bisa dikatakan bahwa sekitar 11 abad lamanya, Kristen telah menelan secara mentah-mentah adanya informasi yang sebenarnya tidak memiliki sumber sama sekali.8
    Secara kronologis, Ichwei G. Indra telah memberikan informasi kepada kita tentang bagaimana pengakuan iman mengalami perubahan, menurutnya, pengakuan iman mula-mula hanya terdapat sebuah pengakuan yang tertua mengenai Kristus: Yesus adalah Tuhan (1 Korintus 12:3). Pengakuan yang pendek tersebut kemudian ditambah dengan keterangan-keterangan lain tentang Kristus, seperti yang terdapat dalam Roma 1:3-4 dan Filipi 2:5-11 dan akhirnya membentuk kedua belas pasal iman. Dari adanya kedua belas pasal iman ini ditambahkan sendiri oleh rasul-rasul, sehingga timbullah istilah Pengakuan Iman Rasuli atau Apostolicum.9
    Adapun berbagai versi pengakuan iman yang berhasil didapatkan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Menurut G.C. van Niftrik dan B.J. Boland, sekitar tahun 150 M, rumus Symbolum Romanum (Pengakuan jemaat Roma) memiliki rumusan sebagai berikut: “Aku percaya kepada Allah-Bapa-yang Mahakuasa; dan kepada Kristus Yesus-AnakNya yang tunggal-Tuhan kita; dan kepada Roh Kudus-Gereja Kudus-Kebangkitan daging.”10
2. Pengakuan Iman Irenaeus, “Jadi, inilah urutan ketetapan iman kita…Allah Bapa, tidak dijadikan, tidak bersifat material, tidak kelihatan; satu Allah, pencipta segala sesuatu: ini adalah pokok pertama dari iman kita. Pokok kedua adalah ini: Firman Allah, Anak Allah, Kristus Yesus Tuhan kita, Dia yang dimanifestasikan kepada nabi-nabi seturut bentuk nubuat mereka dan sesuai dengan cara pernyataan Bapa; melalui Dia (yaitu Firman itu) segala sesuatu telah diciptakan; Dia juga yang, pada akhir zaman, menyempurnakan dan mengumpulkan segala sesuatu, dijadikan manusia di antara umat manusia, kelihatan dan dapat disentuh, supaya menghapuskan kematian dan melahirkan kehidupan dan menghasilkan perdamaian yang sempurna antara Allah dan manusia. Pokok ketiga adalah: Roh Kudus, melalui Dia nabi-nabi bernubuat, dan para leluhur belajar tentang segala sesuatu yang berasal dari Allah, dan orang benar dituntun ke jalan kebenaran; Dia yang pada akhir zaman dicurahkan dalam suatu cara yang baru ke atas umat manusia di seluruh bumi, yang membarui manusia bagi Allah.”11
2. Dalam papirus Der-Balizeh telah ditemukan rumus iman yang menandakan adanya perkembangan pada abad ke-2 M, yaitu: “Aku Percaya akan Allah Bapa Yang Mahakuasa, dan Putra-Nya yang tunggal Tuhan kita Yesus Kristus serta dalam Roh Kudus; dan akan kebangkitan daging dalam Gereja Katolik yang kudus.”12
3. Pengakuan Iman Rasuli, yang dalam legenda telah ditulis oleh 12 rasul dan menghasilkan 12 pasal iman. Adapun teks Pengakuan Iman Rasuli adalah sebagai berikut: “Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita, yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut, pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa, dan dari sana Ia akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Aku percaya kepada Roh Kudus; gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus; pengampunan dosa, kebangkitan tubuh, dan hidup yang kekal.”13
4. Pengakuan Iman Rasuli menurut Protestan, yang dimotori oleh Marthin Luther, di mana menurut Jonar, bahwa terdapat gereja yang tidak mencantumkan kalimat: turun ke dalam kerajaan maut. Yang pada akhirnya, teks Pengakuan Iman Rasuli versi Protestan bertuliskan sebagai berikut: “Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita, yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa, dan dari sana Ia akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Aku percaya kepada Roh Kudus; gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus; pengampunan dosa, kebangkitan tubuh, dan hidup yang kekal.”14
5. Pengakuan Iman Rasuli versi Katolik, “Aku percaya akan Allah, Bapa yang Maha Kuasa, pencipta langit dan bumi. Dan akan Yesus Kristus, PuteraNya yang tunggal, Tuhan kita. Yang dikandung dar Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria. Yang menderita sengsara, dalam pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, wafat dan dimakamkan. Yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati. Yang naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Maha Kuasa. Dari situ Ia akan datang mengadili orang hidup dan mati. Aku percaya akan Roh Kudus, Gereja Katholik yang Kudus, Persekutuan Para Kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan, kehidupan kekal. Amin.”15  
    Di atas, telah diungkapkan berbagai versi Pengakuan Iman Rasuli yang memiliki perbedaan yang signifikan antara satu dengan yang lainnya, dari adanya Pengakuan Iman Rasuli di atas, teks konfesi manakah yang benar-benar asli? Jonar mengungkapkan hal tersebut, di mana dalam pemaparannya ia telah mengutip dari Peter Wongso.16
Aku percaya:
a. Allah (yang Esa) Bapa Yang Mahakuasa, Tuhan Khalik langit dan bumi.
b. Serta (Allah Anak), Yesus Kristus, Putra Allah yang tunggal, Tuhan kita;
- Yang dikandung dari Roh Kudus, lahir daripada anak dara Maria;
- Menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan serta turun ke neraka;
- Pada hari ke tiga Ia bangkit pula dari antara orang mati (ditinggikan) dan Ia hidup kembali;
- Naik ke surga,
- Duduk di sebelah kanan Allah Yang MahaKuasa;
- Dan akan datang kembali untuk menghakimi segala orang yang hidup dan yang mati.
c. (Dan) Roh Kudus.
- Gereja yang kudus dan am (Holy Catholic Church) dan persekutuan orang kudus.
- Pengampunan dosa.
- Kebangkitan daripada tubuh serta hidup yang kekal.
Keterangan:
- Kalimat yang diberi tanda kurung dengan warna merah      = yang kemudian dihilangkan.
- Kalimat yang diberi garis bawah dengan warna hijau      = tambahan pada abad ke-VII.
- Kalimat yang diberi garis bawah dengan warna biru   = teks asli pada abad ke-II.
- Kalimat yang tidak bergaris dengan warna hitam      = tambahan pada abad ke-IV.   
    Adanya perevisian terhadap Pengakuan Iman Rasuli, sebagaimana yang diungkapkan oleh Jonar di atas, Tony Lane pun mengungkapkan pula yang senada dengan Jonar dan mengakui adanya beberapa bagian kalimat yang berasal dari abad ke-4 dan 5 M, yaitu:
i. Turun ke dalam kerajaan maut (inferna atau “dunia di bawah”). Ungkapan tersebut diakui olehTony Lane tidaklah dijumpai dalam kredo Barat sebelum akhir abad ke 4 M. Tetapi di Timur, kalimat tersebut telah dulu ada. Ungkapan tersebut, menurut Tony Lane, dikaitkan dengan ide “menggusur neraka”. Jadi Yesus Kristus turun ke neraka untuk melepaskan umat-Nya dan menang atas Iblis.
ii. Persekutuan Orang Kudus. Bukti pertama hadirnya ungkapan ini di dalam kredo Barat berasal dari abad ke-5 M, di mana ungkapan tersebut memiliki makna adanya persekutuan dengan para santo/orang-orang kudus. Pada abad ke-5 M, bagian kalimat ini dipakai untuk membela hadirnya suatu kultus pemujaan orang-orang suci yang semakin berkembang, artinya, pada abad tersebut telah ada suatu praktek menyembah mereka serta bagian-bagian tubuh atau tulang mereka yang masih ada setelah mereka meninggal.
Selain itu, Tony Lane pun menegaskan, bahwa Pengakuan Iman Rasuli selalu diterima di kalangan luas di Barat, baik di kalangan Protestan maupun Katolik, tetapi di (gereja) Timur, pengakuan tersebut tidak pernah digunakan secara umum, meskipun diperlakukan dengan hormat.17
    Dengan mencermati apa yang telah disampaikan oleh Jonar dan Tony Lane di atas, meskipun keduanya sama-sama mengakui adanya perevisian dalam Pengakuan Iman Rasuli, namun keduanya memiliki perbedaan tentang bagian-bagian kalimat mana saja yang mengalami perevisian, termasuk pula perbedaan dalam menentukan waktu kalimat tersebut berasal. Di samping itu, jika kita mencermati secara seksama kalimat yang berasal dari abad ke-5 M, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Tony Lane di atas, justru hal tersebut telah membuktikan secara historis dan membenarkan narasi yang terdapat di dalam Al-Qur'an, yaitu Surat At-Taubah ayat 31: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah…”   
    Sedangkan terkait adanya perbedaan kredo antara Luther dan Katolik, misalnya, ternyata memiliki pula perbedaan yang sangat fundamental. Sejarah Pengakuan Iman Rasuli Protestan, yang dimotori oleh Luther, telah dianggap mempertahankan gagasan bahwa hanya ada satu gereja yang benar dan kelihatan, yang ia sendiri tidak menganggap dirinya dan para pengikutnya telah meninggalkan gereja. Menurut Kuiper, hal itu terjadi karena orang-orang Katolik Roma adalah orang-orang yang menyimpang dari Gereja Perjanjian Baru. Luther tidak merasa telah mendirikan gereja baru, karena apa yang ia lakukan hanyalah untuk memperbarui gereja yang telah menjadi rusak. Kuiper menambahkan, Gereja Lutheran merasa perlu untuk menghadirkan kepada dunia suatu pernyataan resmi yang di dalamnya gereja menyatakan imannya. Oleh karena itu, akhirnya Gereja Lutheran menyusun pernyataan itu dan diajukan kepada Diet di Augsburg pada tahun 1530 M, di mana pernyataan iman Lutheran tersebut dikenal sebagai Konfesi Augsburg. Kuiper menegaskan, bahwa Konfesi Augsburg merupakan konfesi atau kredo pertama yang dirumuskan sejak Gereja Kuno merumuskan iman Kristen di dalam kredo-kredo yang dihasilkan oleh Konsili-konsili Oikumenis.18
   
Kesimpulan
    Tidak adanya bimbingan dari orang yang benar-benar telah mendapatkan wahyu dari Allah, hal tersebut telah mengakibatkan rumusan Pengakuan Iman Rasuli memiliki perbedaan dan perevisian di kemudian hari. Selain adanya perbedaan yang telah disampaikan di atas, Soedarmo pun mengungkapkan pula adanya perbedaan rumusan Pengakuan Iman Rasuli dalam bahasa Yunani dengan rumusan dalam bahasa Latin, dari artikel pertama dan kedua, misalnya, yaitu Pencipta dari langit dan bumi, dari segala hal yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.19 Terjadinya pembuatan dan perevisian atas Pengakuan Iman Rasuli, hal itu diawali untuk menanggapi adanya ajaran dan kepercayaan yang dianggap salah dan sesat oleh gereja yang disebabkan karena adanya suatu kebenaran yang bersifat subjektif dari gereja, di mana hal tersebut semakin menambah panjang daftar problematika Pengakuan Iman Rasuli. Apakah credo di dalam Kekristenan telah final? Tentu saja tidak, di mana hal tersebut terbukti dengan adanya credo yang telah dihasilkan oleh Konsili Nicea dan Khalsedon, misalnya, di samping ada pula pengakuan iman Athanasius, pengakuan iman Belanda, Katekismus Heidelberg, Kanon atau pasal-pasal ajaran Dordrecht, dan termasuk pula adanya berbagai pengakuan iman Gereja-gereja Protestan di Indonesia. Dari adanya perbedaan dan pengembangan terhadap pengakuan iman, hal tersebut semakin membuktikan bahwa Kristen tidaklah memiliki pembimbing dan bimbingan dari Tuhan, di mana masing-masing pihak dalam internal Kristen telah mengklaim bahwa pengakuan iman yang mereka hasilkan selama ini, hal itu semua berasal dari Tuhan, di mana pengklaiman mereka tersebut dinilai berasal dari Alkitab.      

Catatan Kaki:
1. Jonar S., Sejarah Gereja Umum, (Yogyakarta: Andi, 2018), hlm. 151-152.
2.  Bambang Subandrijo, Yesus Sang titik Temu Dan Titik Tengkar: Sebuah Studi Tentang Pandangan Kristen dan Muslim Di Indonesia Mengenai Yesus, (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta dan BPK Gunung Mulia, 2016), hlm. 23-24.
3. Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen: Dari Abad Pertama Sampai Dengan Masa Kini, terj., A.A. Yewangoe, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), hlm. 40-41.
4. B.K. Kuiper, The Church in History, terj., Desy Sianipar, (Malang: Gandum Mas, 2010), hlm. 24.
5. Paul Eens, The Moody Handbook Of Theology (2): Revised And Expanded Edition, terj., Rahmiati Tanudjaja, (Malang: Literatur Saat, 2016), hlm. 36-37.
6. Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Indonesia, (Bandung: Biji Sesawi, 2014), hlm. 69.
7. Bernhard Lohse, op.cit., hlm. 43-45.
8. Tony Lane, Runtut Pijar: Tokoh dan Pemikiran Kristen Dari Masa Ke Masa, terj., Conny Item-Corputy, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hlm. 52.
9. Ichwei G.Indra, Jejak Juang Saksi Injil: Sejarah Gereja Umum Dan Sejarah Gereja Indonesia, (Surabaya: Pelayanan Mandiri Mikhael, 2011), hlm. 35.
10. G.C. van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hlm. 563-564.  
11. Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, terj., Liem Sien Kie, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hlm. 64.
12. Josep Ferry Susanto (ed.), Credo Dan Relevansinya: Ulasan Komprehensif Rumusan Iman Kristen, (Jakarta: Obor, 2014), hlm. 19.
13. Bambang Subandrijo, op.cit., hlm. 25.
14. Jonar S., op.cit., hlm. 154-155.
15. http://www.iman katolik.or.id/akupercaya.html  diakses pada Tanggal 9 Juni 2019.
16. Jonar S., op.cit., hlm. 153-154.
17. Tony Lane, op,cit., hlm. 52-53.
18. B.K. Kuiper, op.cit., hlm. 194.    
19. R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), hlm. 228.

Comments