Benarkah Yesus Telah Mati Di Kayu Salib? (Bag. 2)

Oleh: Sang Misionaris

    Dalam memberikan bukti dan jawaban atas adanya pertanyaan siapakah saksi penyaliban dan kematian Yesus Kristus, selain memberikan kesaksian dari tulisannya Flavius Josephus, Kristen pun selalu menggunakan pula kesaksian dari Tacitus, Thallus, Lucian dan juga sumber-sumber dari Yahudi dalam membuktikan adanya peristiwa penyaliban dan kematian yang dialami oleh Yesus. Pada artikel sebelumnya, bisa dibaca di sini, penulis telah memberikan bantahan sekaligus pembuktian bahwa tulisan yang disajikan oleh Flavius Josephus, yang diyakini oleh Kristen telah mengisahkan tentang Yesus Kristus, tidaklah memadai untuk dijadikan sebagai sumber kebenaran, selain karena tulisannya telah mengandung anakronisme, tulisannya pun bermuatan inkonsistensi narasi. Bahkan, David L. Baker dan John J. Bimson telah secara terang-terangan mengakui tentang ketidakandalan Flavius Josephus dengan menyatakan, “Sesudah itu Yosefus (Josephus) menulis sebuah karya besar mengenai sejarah Yahudi (Jewish Antiquities), mulai dari Adam hingga zamannya sendiri. Dia menulis untuk pembaca Romawi, dengan tujuan membela bangsanya sendiri, sehingga cenderung menghilangkan atau kurang menekankan hal-hal yang akan dianggap negatif oleh orang Roma.”1 Selain Flavius Josephus, siapa sajakah yang telah dianggap Kristen sebagai saksi penyaliban dan kematian Yesus?

2. Cornelius Tacitus (56-120 M)
    Semasa hidupnya, Cornelius Tacitus telah menulis sejumlah buku, termasuk Annals, di mana dalam karyanya itu ia telah mengisahkan tentang Kekaisaran Romawi dari kelahiran hingga kematian Kaisar Nero (54-68 M). Dalam karya yang ditulis sekitar 117 M inilah, Tacitus dianggap oleh orang-orang Kristen telah menuliskan tentang kematian Yesus: “Nero Menuduh sebagai biang keladi, dan menghukum dengan siksaan yang amat kejam, sekelompok orang, dibenci karena kekejamannya, yang dinamai rakyat banyak sebagai orang Kristen. Kristus, asal dari nama itu, telah menjalani hukuman mati di wilayah kedaulatan Tiberius, dengan putusan dari prokurator Pontius Pilatus, dan takhayul berbahaya itu berhenti untuk sementara waktu, namun kembali meledak sekali lagi, bukan hanya di Yudea, tempat asal penyakit itu, tetapi di ibu kota sendiri, di mana  segala hal yang mengerikan atau memalukan berkumpul dan menjadi kebiasaan. Pertama-tama, yang mengaku anggota sekte itu ditangkap; lalu, atas keterangan dari mereka, banyak yang dipenjarakan, bukan hanya atas alasan pembakaran, melainkan juga karena kebencian pada sesama manusia. Dan olok-olok menyertai akhir nasib mereka: mereka dibungkus dengan kulit binatang buas dan dicabik-cabik hingga mati oleh anjing-anjing; atau mereka diikat di tiang-tiang salib, dan ketika hari telah gelap dibakar untuk menjadi penerangan di malam hari. Nero merelakan taman-tamannya untuk tempat tontonan itu, dan tampil di dalam sirkusnya, berbaur dengan orang banyak dalam samaran sais kereta, atau naik ke atas tandunya. Di sini, di tengah rasa bersalah yang muncul melihat penyiksaan yang begitu kejam, bangkitlah rasa iba, lantaran kesan bahwa mereka dikorbankan bukanlah demi kesejahteraan negara, melainkan demi keganasan seorang laki-laki (Tacitus, Annals, 15.44).  
    Setelah Louay Fatoohi menuturkan apa yang telah ditulis oleh Cornelius Tacitus, sebagaimana halnya di atas, lalu ia mengemukakan pendapatnya bahwa Tacitus tidaklah mungkin menggunakan rekaman-rekaman resmi Romawi, dikarenakan adanya kesalahan penggunaan istilah prokurator bagi Pilatus dan juga karena dokumen-dokumen Kekaisaran Romawi tidak mungkin merujuk kepada Yesus dengan gelar Kristennya.2 Meskipun demikian, terlepas benar atau tidaknya analisa Louay, kita mesti mengakui secara jujur bahwa Cornelius Tacitus bukanlah orang yang sezaman dengan Yesus dan mengakui pula bahwa ia tidaklah bisa dianggap sebagai orang yang pertama, melainkan sebagai orang yang kedua.
    Ketika Tacitus menulis, Nero menuduh sebagai biang keladi …. dari prokurator Pontius Pilatus”, Tacitus terkesan telah menyamakan istilah Kristen dengan Kristus. Adanya penyamaan istilah Kristen dengan Kristus, hal yang senada telah diungkapkan pula oleh David H. Wheaton ketika ia menafsirkan 1 Petrus 4:16, yaitu: “…. Kota Antiokhia (di mana kebiasaan mengenai nama ‘orang Kristen’ dimulai) adalah suatu kota di Romawi, sebab itu ada kemungkinan orang-orang Kristen dalam kota tadi telah memakai nama ini untuk menunjukkan bahwa mereka telah diangkat oleh keluarga Kristus (Roma 8:15-17).”Tentu saja, adanya anggapan bahwa Kristen diambil dari kata Kristus, merupakan sebuah gagasan yang kontraproduktif, terlebih kita pun tidak mengetahui secara pasti siapa yang telah pertama kali menyamakan istilah Kristen dengan Kristus, di samping kitab-kitab Perjanjian Baru pun belum mengalami pengkanonisasian dan tidak ada pula sumber yang memuat tentang latar belakang ditulisnya ayat tersebut. Dari adanya ungkapan yang ditulis oleh Tacitus di atas, maka bisa dipastikan bahwa ia telah menggunakan sumber lain yang tidak independen, di samping kita pun tidak mengetahui pula sumber-sumber yang Tacitus gunakan dalam menuliskan karyanya itu.
    Dan jika kita menggunakan pendekatan sosio-historis di zaman Romawi, sebenarnya penggunaan istilah Kristen awal mulanya hanya ditujukan bagi para pelaku kejahatan, tetapi jika menyamakan istilah Kristen dengan Kristus, tentunya langkah tersebut merupakan sebuah upaya yang tidak bisa dijadikan sebagai rujukan, karena kedua istilah tersebut memiliki makna yang berbeda. Namun, jika orang-oang Kristen meyakini bahwa awal mula penggunaan istilah Kristen bukan ditujukan kepada para pelaku kejahatan, meskipun Tafsiran Alkitab Wycliffe telah menyatakan secara jelas bahwa Kristen merupakan istilah yang ditujukan bagi para pelaku kejahatan,4 tentu saja Kristen harus mampu memberikan sanggahannya itu dengan menyertakan bukti yang valid dan bernilai historis dari para penulis Romawi. Dan jika keadaannya memang demikian, maka pernyataan Tacitus di atas bisa dinyatakan telah gugur dengan sendirinya, dikarenakan tidak adanya bukti yang valid dalam membenarkan anggapannya mereka selama ini.   
    Selain itu, penulis pun berkeyakinan bahwa pemberitaan yang disampaikan oleh Tacitus di atas, tidaklah mengisahkan tentang Yesus Kristus, sebagaimana yang telah diklaim oleh Kristen selama ini, melainkan yang dikisahkannya itu adalah orang lain. Adapun alasannya karena tidak ada bukti autentik yang menyatakan bahwa Yesus pernah dikenal sebagai pemberontak kepada pihak Romawi dan pernah melakukan mobilisasi massa untuk melakukan perlawanan secara fisik. Jika misalnya, pernyataan Tacitus di atas memang mengisyaratkan tentang Yesus, sebagaimana halnya klaimnya Kristen selama ini, maka tentu saja Kristen pun harus menunjukkan bukti internal dan eksternal biblikal dalam memberikan bukti bahwa Yesus sebagai pemberontak, di mana indikasi itu terbukti dengan adanya memobilisasi massa yang dilakukan oleh Yesus dalam melakukan perlawanan kepada pihak Romawi, di samping harus mengakui pula bahwa Yesus adalah pembuat onar alias pemberontak Romawi.   

3. Lucian dari Samosata (120-setelah 180 M)
    Lucian dari Samosata adalah seorang satiris yang hampir menganggap segala sesuatu bisa ditertawakan dan ia adalah seorang rasionalis yang mengolok-olok saat berbicara tentang seberapa hebatnya Peregrinus (atau Proteus) dalam mengerjai orang-orang Kristen yang ia anggap sebagai orang yang bodoh. Untuk mengetahui apa yang telah disampaikan oleh Lucian, alangkah baiknya para pembaca untuk merujuk kepada karyanya Everett Ferguson, karena apa yang ia kutip lebih panjang daripada kutipan yang telah diambil oleh Louay Fatoohi.5 Namun, apakah yang ditulis oleh Lucian dari Samosata tentang Yesus bisa diandalkan untuk dijadikan sebagai sumber yang memadai? Tentu saja tidak. Lucian, menulis karyanya pada abad ke-2 M dan tidak mungkin ia memiliki sumber informasi yang independen mengenai historisitas Yesus. Bisa jadi, ia menggunakan sumber-sumber dari Kristen, di mana kala itu para pemeluk Kristen telah semakin bertambah dan bisa jadi pula, ia mendapatkan sumbernya dari kaum paganisme.6 Analisa ini mungkin saja mendekati kebenaran, terlebih sumber-sumber yang Lucian gunakan pun kita tidak mengetahuinya sama sekali.    
   
4. Mara Bar Serapion (kl. 73 M)
    Terdapat penyebutan tentang Yesus yang ditulis oleh seorang narapidana Romawi kepada Stoik pagan dari Suriah ini, di mana ia telah menuliskan kepada anak lelakinya tentang bagaimana seorang yang bijaksana pun dapat disiksa, Serapion lalu berkata: “Apa untung yang didapat Athena dari menghukum mati Socrates? Kelaparan dan wabah penyakit datang menimpa mereka sebagai hukuman atas kejahatan mereka. Apa untung yang diperoleh rakyat Samos dari membakar Pythagoras? Untuk sejenak, negeri mereka diselimuti debu. Apa untung yang diperoleh orang Yahudi dari menghukum mati raja mereka yang bijak? Persis setelah itu kerajaan Yahudi runtuh. Allah dengan adil membalaskan dendam ketiga orang bijak ini: orang Athena mati kelaparan; orang Samos ditelan lautan; orang Yahudi, dihancurkan dan diusir dari negeri mereka, hidup tercerai-berai. Tetapi, Sokrates tidak mati untuk selamanya; dia terus hidup di dalam ajaran Plato. Pythagoras tidak mati untuk selamanya; dia terus hidup di dalam patung Hera. Tidak pula raja yang bijak itu mati untuk selamanya; dia terus hidup di dalam ajaran yang telah dia berikan.” 7
    Menurut Bruce Pennington, seorang guru Matematika, menyatakan bahwa kematian Pythagoras berada di antara mitos dan sejarah.8 Namun, ada pula laporan lain tentang kematian Pythagoras, misalnya, ia dikatakan telah dibunuh oleh gerombolan yang marah, dan adapula yang mengatakan bahwa ia telah terperangkap dalam perang antara Agrigentum dan Syracusans, yang akhirnya ia dibunuh oleh Syracusans. Di samping itu, adapula yang berpendapat bahwa ia dibakar disekolahnya di Crotona dan kemudian pergi ke Metapontum dalam keadaan kelaparan hingga menjelang kematiannya.9
    Jika isi Alkitab yang diyakini oleh Kristen selama ini otoritatif dan autentik dalam mengisahkan tentang Yesus Kristus, tentunya anggapan Mara Bar Serapion bisa dianggap bertentangan dengan apa yang terdapat dalam Injil, sebagaimana yang terdapat di dalam Matius 27:27-55, misalnya, di mana dalam Injil telah dinyatakan bahwa yang menghukum Yesus itu bukanlah orang Yahudi, melainkan orang-orang Romawi. Selain karena ia pun tidak sezaman dengan Yesus dan bukan pula sebagai saksi hidup, keterandalan Mara Bar Serapion pun semakin berkurang tentang adanya ketidakpastian yang telah ia tulis,10 di samping ia pun tidak diketahui pula kredibilitasnya. Dari adanya berbagai petunjuk di atas, maka pernyataan Mara Bar Serapion yang diklaim oleh Kristen selama ini bahwa ia telah mengisahkan tentang Yesus, tidak bisa dijadikan sebagai rujukan yang memadai, dikarenakan adanya berbagai kelemahan yang didapati dari Mara Bar Serapion.

5. Thallus
    Ia menulis sekitar 221 M, yang isinya telah dikutip oleh kronografer Kristen, Julius Africanus, mengenai kegelapan yang menurut Injil Sinoptik (Markus 15:33; Matius 27:45; Lukas 23:44), menyelimuti bumi dari tengah hari hingga jam tiga selama penyaliban Yesus. Adapun yang dikatakan oleh sejahrawan Thallus adalah sebagai berikut: “Sedangkan mengenai pekerjaannya, dan penyembuhannya atas tubuh dan jiwa, dan misteri doktrinnya, dan kebangkitannya dari kematian, ini telah secara sangat otoritatif dikemukakan oleh murid-murid dan rasul-rasulnya kepada kita. Seluruh dunia saat itu terlanda kegelapan yang sangat menakutkan; dan bebatuan merekah karena gempa, dan banyak tempat di Yudea dan distrik-distrik lain ambruk. Kegelapan ini disebut Thallus, dalam buku ketiga sejarahnya, yang saya rasa tanpa alasan, gerhana matahari. Karena orang Ibrani merayakan Paskah kita jatuh pada hari sebelum paskah; tetapi gerhana matahari terjadi hanya ketika bulan terletak di garis matahari. Dan itu tidak bisa terjadi pada waktu lain, kecuali dalam selang antara hari pertama bulan baru dan hari terakhir bulan lama, yakni pada titik pertemuannya: lalu bagaimanakah gerhana bisa terjadi ketika bulan terletak nyaris berseberangan secara diametris dari matahari?” (Africanus, Chronograph, 18).11
    Setelah Louay mengemukakan apa yang telah dikutip oleh Julius Africanus dari Thallus, ia berpendapat bahwa kita tidak memiliki akses langsung kepada teks mengenai gerhana yang disebutkan oleh Africanus, sedangkan tiga jilid sejarah dunia dari Thallus sudah hilang.12 Thallus, sebagaimana yang telah dikutip oleh Tertullian dalam karyanya, Apologeticus, ia hidup tidak lebih dari abad ke-2 M,13 dan jika benar anggapan ini benar, maka jelas bahwa Thallus tidaklah sezaman dengan Yesus. Ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa referensi ke Thallus tentang hal itu dapat ditemukan dalam karyanya Flavius Josephus, Jewish Antiquities, yaitu pada perikop yang merujuk pada orang Samaria yang merdeka yakni Tiberius, yang pemerintahannya dimulai pada masa 14 M. Namun, sebagaimana yang dicatat oleh Carrier, pengisahan Josephus kepada Thallus sebenarnya ditemukan pada abad ke-18 M.14 Jika kegelapan dan gempa telah terjadi di seluruh dunia, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Thallus di atas, tentunya Kristen harus mampu memberikan sumber-sumber yang memadai dengan menyertakan berbagai pendapat yang dikemukakan oleh orang-orang yang pernah berada di wilayah Cina atau Jazirah Arab kala itu.  

6. Sumber-sumber Yahudi
    Terdapat satu teks yang secara khusus relevan dengan pembahasan kita kali ini, di mana dalam teks tersebut dianggap oleh Kristen telah mengisahkan tentang kematian Yesus Kristus. Theissen dan Merz telah menyatakan bahwa teks ini mungkin berasal dari awal abad kedua:
Pada malam Paskah Yeshu digantung. Selama empat puluh hari sebelum eksekusi itu terjadi, seorang tentara berkeliling dan menyerukan, “Dia akan dirajam karena dia melakukan sihir dan mengajak Israel kepada kemurtadan. Siapa pun yang bisa menyampaikan sesuatu untuk membelanya, majulah dan mohonkanlah atas namanya.” Tapi, karena tidak ada seorang yang maju untuk membelanya, dia digantung pada malah paskah! – Ulla menyahut, “Apakah kau kira bahwa dia adalah seorang yang bisa dibela? Bukankah doa seorang Mesith (pembujuk), yang mengenai kitab suci berkata, ‘Janganlah mengasihi dia dan janganlah menutupi kesalahannya?’ Tetapi dengan Yeshu keadaannya berbeda, karena dia terhubung dengan pemerintah (atau kerajaan, artinya berpengaruh).”
Rabi kita mengajarkan: Yeshu memiliki lima murid, Matthai, Nakai, Nezer, Buni dan Todah. Ketika Matthai dibawa (ke hadapan sidang), dia berkata kepada mereka (hakim-hakim), “Apakah Matthai akan dieksekusi? Bukankah tertulis, ‘Matthai (kapan) aku harus datang dan hadir di hadapan Allah?’” Mendengar itu mereka menjawab, “Ya, Mathhai akan dieksekusi, karena tertulis, ‘Ketika Mathhai (bilakah) (ia) mati, dan namanya hilang lenyap.’” Ketika Nakai dibawa masuk, ia berkata kepada mereka, “Apakah Nakai akan dieksekusi? Tidak ada tertulis, ‘Nakai (orang yang tidak bersalah) dan orang yang benar tidak boleh kau bunuh?’” “Ya”, demikian jawabnya, “Nakai akan dieksekusi, karena tertulis, ‘Di tempat rahasia Naki (orang yang tidak bersalah) dibunuh.’” Ketika Nezer dibawa masuk, dia berkata, “Apakah Nezer akan dieksekusi? Bukankah tertulis, ‘Dan Nezer (suatu taruk) yang akan tumbuh dari pangkalnya.’” “Ya,” kata mereka, “Nezer akan dieksekusi, karena tertulis, ‘Tetapi engkau ini terlempar, jauh dari kuburmu, seperti Nezer (taruk yang jijik)." Ketika Buni dibawa masuk, dia berkata, “Apakah Buni akan dieksekusi? Tidakkah tertulis, ‘Beni (anakku), anak sulungku?" “Ya,” jawab mereka, ‘Buni akan dieksekusi’, karena tertulis, ‘Lihatlah aku akan membunuh Bine-ka (anakmu) anak sulungmu.’” Dan ketika Todah dibawa masuk, dia berkata kepada mereka, “Apakah Todah akan dieksekusi? Bukankah tertulis, “Sebuah mazmur untuk Todah (memberi syukur)?" “Ya,” Jawab mereka, “Todah akan dieksekusi, karena tertulis, “Setiap orang yang mempersembahkan korban Todah (memberi syukur) memuliakan aku.’” (Sanhedrin 43a).15
    Jika narasi di atas dianggap autentik oleh Kristen dalam membuktikan adanya kematian Yesus, sebagaimana halnya yang terdapat Alkitab, tentunya kedua rujukan yang ada memiliki pertentangan antara satu dengan yang lainnya dikarenakan memiliki perbedaan nama dan jumlah dari para murid-muridnya Yesus. Untuk mengetahui nama dan jumlah murid-muridnya Yesus yang telah ditulis di dalam Injil, silahkan untuk membaca secara seksama pada Matius 10:2-4, Markus 3:16-19 dan Lukas 6:13-16.
    Dalam mencari pembenaran atas terjadinya penyaliban dan kematian Yesus, orang-orang Kristen selalu memberikan argumen bahwa orang Yahudi pun meyakini pula bahwa Yesus telah disalib dan mati di kayu salib, sebagaimana halnya keyakinan Kristen selama ini. Jika argumentasi orang-orang Yahudi dianggap autentik dalam membenarkan adanya penyaliban dan kematian yang Yesus alami di kayu salib, seharusnya Kristen pun meyakini, sebagaimana keyakinan orang-orang Yahudi, bahwa setelah Yesus mati di kayu salib, ia pun masuk neraka. Karena pandangan Yahudi tersebut, bagaikan dua sisi mata uang logam yang tidak bisa digunakan sebagian dan meninggalkan sebagian.      

Kesimpulan
    Kristen telah menggunakan berbagai sumber dari pihak paganisme, di mana sumber-sumber yang mereka gunakan selama ini diyakini telah mengisahkan tentang penyaliban dan kematian Yesus di kayu salib, tanpa pernah memperdulikan kredibilitas para penulisnya dan sumber-sumber yang telah mereka gunakan. Penulis meyakini bahwa Yesus itu pernah ada, namun penulis menolak adanya keyakinan Kristen selama ini bahwa Yesus telah disalib dan mati di kayu salib, selain karena memang tidak selaras dengan Al-Qur'an dan hadits, hal itu pun tidak memiliki sumber pendukung yang memadai terkait adanya peristiwa penyaliban dan kematian Yesus. Pada umumnya, tidak ada sisa-sisa arkeologis Kristen dari periode sebelum tahun 200 M yang bisa kita ketahui tanggalnya secara pasti, termasuk pula inkripsi Kristen, meski ada beberapa penemuan di mana tanggal abad pertamanya dapat ditentukan, namun karakter Kristianinya masih diragukan.16 Maka tidak mengherankan, jika pada akhirnya Kristen pun mencocok-cocokkan apa yang telah mereka yakini selama ini dengan penemuan arkeologis. Jika penyaliban dan kematian Yesus tidak ada dukungan dari data eksternal yang bisa diandalkan, tentu saja keyakinan mereka selama ini tentang Yesus patut untuk diragukan kebenarannya, karena pada dasarnya Yesus historis dengan Yesus imani memiliki perbedaan yang signifikan. Yesus historis tidak ada kaitannya sama sekali dengan apa yang telah diyakini oleh Kristen selama ini. Namun, saat kita membahas tentang Yesus dalam perspektif Kristen, tentu saja segala hal akan dikait-kaitkan dengan apa yang telah diimani oleh Kristen selama ini, sebagai halnya tentang penyaliban dan kematian Yesus.

Catatan Kaki:
1. David L. Baker dan John J. Bimson, Mari Mengenal Arkeologi Alkitab: Sebuah Pengantar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 199-200.
2. Louay Fatoohi, The Mystery of Historical Jesus: Sang Mesias Menurut Al-Qur’an, Alkitab, dan Sumber-Sumber Sejarah, terj. Yuliani Liputo, (Bandung: Mizan, 2012), hlm. 647-648.
3. David H. Wheaton, Tafsiran Alkitab Abad Ke-21: Jilid 3 Injil Matius-Wahyu, terj. A. Munthe dkk, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2017), hlm. 669.   
4. Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison (ed.), Tafsiran Alkitab Wycliffe: Vol. 3 Matius-Wahyu, (Malang: Gandum Mas, 2013), hlm. 1313.
5. Everett Ferguson, Backgrounds of Early Christianity, terj. Merry Debora, (Malang: Gandum Mas, 2017), hlm. 723-725.
7. Louay Fatoohi, op.cit., hlm. 649-650.
8. http://philosophynow.org/issues/78/The_Death_of_Pythagoras diakses pada Tanggal 26 April 2019.
9. http://mathopenref.com/pythagoras.html diakses pada Tanggal 26 April 2019.
11. Louay Fatoohi, op.cit., hlm. 651.
12. Ibid., hlm. 652.
13. www.wall.org/~aron/blog/darkness-at-noon/ diakses Tanggal 26 April 2019.
15. Louay Fatoohi, op.cit., hlm. 653-654.
16. Everett Ferguson, op.cit., hlm. 713.

Comments